Minggu, 14 Juni 2015

Perintah untuk memenuhi undangan (Pernikahan)



Hadits Tahlili
“Perintah untuk memenuhi undangan (Pernikahan)”




Oleh :
Aan Yunanto (4715131262)
Mukhlis (4715137103)

Jurusan Ilmu Agama Islam
Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Jakarta
2015


                                           I.            Pendahuluan
1.1  Latar Belakang
Undangan merupakan sesuatu yang sudah tidak asing lagi di telinga kita. Lalu bagaimana sikap kita menanggapi hal mengenai undangan? Pada saat ini masih ada sebagian orang yang belum memahami mengenai undangan. Banyak persepsi yang salah dalam masyarakat mengenai undangan. Banyak masyarakat yang tidak mengindahkan udangan yang mereka terima. Padahal hal itu merupakan salah satu cara untuk bersilaturahmi sesama muslim.
Jika dilihat dari kasusnya, alasan sebagian orang tidak memenuhi Undangan adalah jarak/lokasi tempat yang akan dituju cukup jauh dari kediamannya. Seharusnya kita harus berusaha semampunya atau bisa datang keesokan harinya. Jika memang benar-benar tidak ada cara untuk datang, maka boleh-boleh saja kita kita datang. Kemudian contoh lainnya ialah sebagian masyarakat beranggapan bahwa memenuhi undangan biasanya harus membawa hadiah apapun bentuknya. Sehingga ketika undangan datang, mereka merasa tidak bisa memenuhinya lantaran tidak bisa memberikan hadiah kepada pemberi undangan.
Diatas merupakan contoh-contoh kasus memenuhi undangan, pandangan mereka bisa dibilang bertolak belakang dengan hadits nabi Muhammad SAW. Yaitu hadits no 2576 yg berbunyi “Telah menceritakan kepada kami Ibnu Numair telah menceritakan kepada kami ayahku telah menceritakan kepada kami 'Ubaidullah dari Nafi' dari Ibnu Umar bahwasannya Nabi sallallahu 'alaihi wasallam beliau bersabda: "Jika salah seorang dari kalian diundang ke pesta pernikahan, hendaklah ia penuhi undangan tersebut.”
Maka dari itu, kajian ini diharapkan dapat berkontribusi untuk meluruskan pola pikir masyarakat atau pun memberikan mereka pemahaman mengenai undangan. Sehingga nantinya, tujuan akhir dari kajian ini ialah masyarakat mampu memahaminya.


                                        II.            Pembahasan


2.1  Hadits dan terjemah

حَدَّثَنَا ابْنُ نُمَيْرٍ حَدَّثَنَا أَبِي حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا دُعِيَ أَحَدُكُمْ إِلَى وَلِيمَةِ عُرْسٍ فَلْيُجِبْ
Artinya :
Telah menceritakan kepada kami Ibnu Numair telah menceritakan kepada kami ayahku telah menceritakan kepada kami 'Ubaidullah dari Nafi' dari Ibnu Umar bahwasannya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam beliau bersabda: "Jika salah seorang dari kalian diundang ke pesta pernikahan, hendaklah ia penuhi undangan tersebut." (H.R. Muslim no. 2576)
         Jalur Sanad

Abdullah bin 'Umar bin Al Khaththab bin Nufail >> "Nafi', maula Ibnu 'Umar >> Ubaidullah bin 'Umar bin Hafsh bin 'Ashim bin 'Umar bin Al Khaththab >> Abdullah bin Numair >> Muhammad bin 'Abdullah
bin Numair
         Hadits Pembanding dan Terjemah

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ نَافِعٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا دُعِيَ أَحَدُكُمْ إِلَى الْوَلِيمَةِ فَلْيَأْتِهَا
                       
                        Telah menceritakan kepada kami Abdullah bih Yusuf Telah mengabarkan kepada kami Malik dari Nafi' dari Abdullah bin Umar radliallahu 'anhuma, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Jika salah seorang dari kalian diundang ke acara walimahan, hendaklah ia datang." (H.R. Bukhari no. 4775)




2.2  Penjelasan Hadits
2.2.1        Pengertian Walimah

Walimah arti harfiahnya ialah berkumpul, karena pada waktu itu berkumpul /suami-isteri. Dalam istilah khusus walimah yaitu  tentang makan dalam acara /perkawinan. Dalam kamus hukum walimah juga adalah makanaan pesta /pengantin atau setiap makanan untuk undangan dan lain sebagainya. kata walimah berasal dari al-walam yang mempunyai arti al-jam'u (berkumpul), karena setelah prosesi /ijabqabul dalam akad nikah keduanya biasa dan bisa berkumpul. Ada juga yang mengartikan al-walim itu  makanan pengantin, yang maksudnya adalah makanan yang disediakan khusus dalam acara pesta pernikahan. Bisa juga diartikan dengan makanan untuk tamu undangan atau lainnya. Ibnu Katsir mengemukakan bahwa walimah adalah: "yaitu makanan yang dibuat untuk pesta pernikahan". Sedangkan menurut Ibn Arabi, bahwa kata walimah mengandung maknasempurna dan bersatunya sesuatu. Sebagai istilah, walimah biasanya digunakan untuk menyebut perayaan tasyakur atas terjadinya peristiwa yang menggembirakan. Namun istilah ini mengalami penyempitan makna, digunakan sebagai istilah untuk perayaan tasyakurpernikahan (walimatu al-'urs) atau resepsi pernikahan. Hal ini merujuk kepada sebuah keterangan tentang hal itu, (yaitu) sebuah perintah Nabi saw kepada Abdurrahman bin Aufra saat selesai akad nikah yang oleh beliau kelihatan dari dandananya.







2.2.2        Hukum dan Anjuran walimah dalam islam

Semua ulama sepakat tentang pentingnya pesta perayaan nikah, meskipun mereka berbeda pendapat tentang hukumnya: beberapa ulama berpendapat hukum untuk mengadakan walimah pernikahan adalah wajib sementara itu umumnya para ulama berpendapat hukumnya adalah Sunah yang sangat dianjurkan.
1.      Pasal 61 Tentang Hukum Walimah
Bahwa hukum sedekah walimah atas pengantin adalah sunnah, dan hukum menepati undangan walimah itu wajib ain, kecuali ada udzur, dan tidak wajib datang untuk makan dari makanan walimah.
2.      Pasal 62 Tentang Uzur Walimah
Tidak wajib mendatangi sedekah walimah sebab diketahui terdapat udzur, malah kadang terjadi haram, karena di tempat tersebut terdapat salah satu munkar.
Adapaun sebagian halangan walimah ialah sebagai berikut:
a.       Terdapat arak untuk minum-minuman.
b.      Terdapat seperangkat alat musik.
c.       Terdapat wanita sama membuka aurat.
d.      Terdapat bentuk (rupan) binatang sempurna terletak di atas.
e.       Dan sebagainya.
Apabila ditempat (majelis) terdapat salah satu bentuk munkar tidak dihilangkan ketika hadir, maka tidaklah wajib menghadiri undangan itu. Tetapi haram bagi orang yang sengaja datang, karena datang ke tempat munkar hukumnya haram, kecuali ada kemampuan melarang munkar tersebut hingga hilang. Ketika datang mampu menghilangkan munkar, maka hadirnya ke majelis tersebut wajib.

3.      Pasal 63 Tentang Haram Hadlir Dalam Majelis
Terhukum haram bagi seseorang datang dengan sengaja bila mengerti di tempat itu terdapat munkar seperti orang meminum arak, memakai pakaian haram, sutera (murni) dan cincin emas dan terdapat bentuk binatang yang terletak dia atas dan (atau) pagar, kalau memang tidak dihilangkan dengan kehadirannya.
Agama islam mengajarkan bahwa perkahwinan merupakan peristiwa yang patut disambut dengan rasa syukur dan gembira. walimah dalam islam tergolong perbuatan yang mustahab  (dianjurkan).  Oleh kerana itu Nabi mengajarkan agar peristiwa perkahwinan dirayakan dengan suatu peralatan atau walimah. 
Dalam sabda Nabi SAW  “Adakan walimah walaupun dengan seekor kambing”.
Terdapat dalil tentang kewajiban walimah dalam pernikahan. Ini adalah pendapat ulama mazhab Azh-Zhahiri. Satu pendapat mengatakan, ini adalah redaksi syafi`I dalam kitab Al-Umm.
Nabi SAW bersabda ketika Ali melamar  fathimah, “harus ada walimah”. (sanad hadits tidak cacat). Ini menunujukkan keharusan walimah yang semakna dengan wajib. Disebutkan pula dalam hadits yang diriwayatkan Abu Asy-Syaikh dan thabrani dalam kitab Al-Ausath dari Abu Hurairah RA secara marfu “ walimah adalah hak dan sunah. Siapa yang diundang lalu ia tidak menghadiri undangan itu,maka ia telah berbuat maksiat.” Secara tekstual, hak menunjukkan kewajiban.
Ahmad berkata   “walimah hukumnya sunah” Mayoritas ulamamengatakan bahwa hukumnya mandub (dianjurkan). Ibnu Baththal berkata Aku tidak mengetahui ada seseorang ulamak yang mewajibkan walimah.”  Seolah-olah ia tidak tahu adanya perbedaan pendapat. Ia membuktikan hokum mandub dengan ucapan Syafi`I. “Aku tidak tahu ada seseorang yang diperintahkan mengadakan walimah selain Abdulrahman bin Auf, dan aku tidak tahu bahwa Nabi SAW  tidak mengadakan walimah.”
Baihaqi meriwayatkan dari Abdurrahman bin Auf, dan menjadikannya sebagai sandaran bahwa keberadaan walimah tidak wajib. Kandungan hadits ini samar dan pendapat yang unggul mengatakan bahwa walimah adalah sunah. ( Asy- syaukani).
Diriwayatkan dari Atha ` ia berkata : Ibnu Abbas diundang makan saat ia sedang mengurusi masalah perairan. Lalu ia berkata kepada kaum itu, “ penuhilah undangan saudaramu! Sampaikan salam kepadanya, dan beritahu ia bahawa aku sibuk.” (HR. Abdurrazzaq) 

2.2.3        Kriteria Walimah menurut Islam
            Suatu amalan akan menjadi sangat berkah ketika dilakukan karena mengharap ridha Allah SWT, termasuk dalam penyelenggaraan acara walimah. Selain itu ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penyelenggaraan walimah, yaitu:
a.    Sesuai dengan hadits di atas, bahwa undangan tidak boleh dikhususkan terhadap orang-orang kaya saja, sedangkan orang-orang miskin tidak diundang.
b.   Orang yang mengundang untuk walimah jangan sampai melupakan kerabat dan rekan-rekannya. Jika yang diundang hanya sebagian diantara mereka, tentu akan menyakiti hati sebagian yang lain yang tidak diundang. Dan yang pasti, orang-orang yang shaleh ahrus diundang, apakah mereka fakir ataupun kaya.
c.    Disunnahkan menyelenggarakan walimah dengan menyembelih seekor domba atau lebih jika memang ada kesanggupan.
d.   Penyelenggaraan walimah ini harus dimaksudkan untuk mengikuti sunnah dan menyenangkan saudara-saudara.
e.    Dalam walimah harus dihindarkan hal-hal yang sudah biasa menyebar pada zaman sekarang, yang diwarnai dengan berbagai kemungkaran dan dosa serta yang jelas diharamka syari’at, seperti meminum jenis-jenis minuman yang memabukkan atau apapun yang diharamkan, dan laki-laki yang bercampur dengan wanita. Artinya tidak berbaur antara tamu pria dan tamu wanita.
f.    Menghindari hiburan yang merusak. Contohnya, suguhan acara tarian oleh wanita-wanita yang berbusana tidak sesuai dengan syariat islam, bahkan cenderung mempertontonkan aurat.
g.   Dalam rumah tempat  walimah itu tidak terdapat perlengkapan yang haram.
Karena, ketika di tempat terselenggaranya walimah tersebut terdapat perlengkapan yang diharamkan oleh agama, maka acara tersebut sudah tidak sesuai dengan batasan walimah yang dianjurkan oleh agama. Salah-satu contoh dari peralatan tersebut telah dijelaskan dalam hadits Rosul yang artinya: “Dari Hudzaifah Al-Yaman R.A. Ia berkata: Rosululoh S.A.W. bersabda: “ janganlah kamu minum dangan bejana emas dan perak dan janganlah kamu makan dengan piring emas dan  perak, karena Ia untuk mereka (orang kafir) di dunia dan untuk Kamu nanti di akhirat.(muttafaq alaih).”
2.2.4        Adab-adab menghadiri Undangan Walimah
            Ada beberapa adab yang harus diperhatikan dalam memenuhi undangan, yaitu :
a.       Tidak sekedar untuk memuaskan nafsu perut, tetapi harus diniati untuk mengikuti perintah syari’at, menghormati saudaranya, menyenangkan hatinya, mengunjunginya dan menjag dirinya dari timbulnya buruk sangka jika dia tidak memenuhi undangan itu
b.      Mendo’akan tuan rumah jika sudah selesai makan dan mendoakan kedua mempelai dalam undangan pernikahan.
c.       Tidak memenuhi undangan jika di sana ada kedurhakaan. Dan lain sebagainya, termasuk ada baiknya membantu dengan harta bagi kerabat yang kaya dalam penyelenggaraan walimah.
d.      Jika pada hari acara diadakan tidak bisa hadir, bisa datang pada hari berikutnya.
e.       Boleh datang walaupun jika sedang berpuasa.

2.2.5        Hukum menghadiri undangan walimah non muslim

Selanjutnya, yang menjadi persoalan inti dalam pembahasan kali ini, apakah kewajiban itu tetap berlaku ketika yang mengundang adalah orang non muslim?
Seperti yang biasa terjadi, para ulama juga berselisih pendapat tentang hal ini. Ada yang berpendapat wajib, sebagaimana menghadiri undangan resepsi pernikahan orang muslim. Dengan landasan bahwa perintah menghadiri walimah itu bersifat umum, mencakup muslim dan non muslim. Oleh karenanya, maka menghadiri undangan non muslim juga wajib. [al-Hâwiy al-Kabîr, XII:94]
Sedangkan jumhur ulama yang pada awalnya mengatakan wajib menghadiri undangan, dalam masalah ini mereka mengatakan tidak wajib, karena kewajiban itu berlaku ketika tidak ada hal yang menggugurkan kewajiban tersebut. Diantara hal yang dapat menggugurkan kewajiban ialah: kedatangannya akan membantu kezhaliman atau kemaksiatan, ada orang yang merasa sakit hati dengan kedatangannya, dan di tempat walimah ada kemungkaran, semisal minum bir.
Di samping itu, jumhur juga menetapkan beberapa syarat, yaitu: pengundang harus baligh, berakal, dewasa,merdeka, dan beragama Islam. Selain itu undangannya bersifat jelas, semisal melalui surat atau disampaikan secara langsung, serta undangannya itu tidak tertentu pada orang-orang kaya. [Raudhatu al-Thâlibîn,III,64; Kifâyatual-Akhyâr, I:498]
Untuk menentukan hokum menghadiri undangan walimah non muslim ini, mari keluar terlebih dahulu dari dua pendapat di atas dan simak ayat berikut ini,

لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِوَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْوَتُقْسِطُواإِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ                            
“Allah tiada melarang kamu untuk berlaku baik dan berbuatadil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidakmengusirmu dari negerimu”. [QS. Al-Mumtahanah: 08]
Allah tidak mempermasalahkan kita untuk bersikap baik pada orang non muslim, khususnya dzimmiy. Walaupun agama berbeda, sikap baik harus tetap terbina, agar tercipta hubungan yang baik pula. Bahkan rasulullah melarang umatnya untuk menyakiti dzimmy. Beliau pernah bersabda,
مَنْ آذَى ذِمِّياً فَأَناَ خَصْمُهُ وَمَنْ كُنْتُ خَصْمُهُ خَصَمْتُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Barangsiapa yang menyakiti kafir dzimmiy (kafir yang berdamai dengan kita), makaakulah musuhnya. Dan barang siapa yang bermusuhan dengan aku, aku juga akanmemusuhinya nanti di hari kiamat.” [Jâmi’ual-Ahâdits, XIX:461]
Salah satu bentuk sikap baik tentu dengan menghadiri undangan resepsi pernikahannya. Dengan hadir berarti kita sudah menghargai undangan mereka dan mereka akan merasa senang dengan kehadiran kita, dan hal ini akan mempererat tali silaturrahmi.
Namun timbul persoalan, yaitu kadang-kadang makanan mereka merupakan sesuatu yang haram atau najis. Mengingat ada sebagian barang haram yang jadi menu makanan mereka, atau proses pembersihannya tidak memenuhi syarat, sehingga dimungkinkan makanan itu bisa najis. Orang Islam pun terkadang merasa jijik dengan makanan mereka. Selain itu, harta mereka dimungkinkan berasal dari sesuatu yang haram, sebab tasharruf (transakasi) mereka itu bisa fasid (rusak, tidak sah), semisal didapat dari menjual minuman keras. Karena alasan seperti inilah jumhur bependapat tidak wajib mendatangi undangan resepsi dari non muslim. [Syarhual-Kabîr, VIII:108; al-Mughnîy, XV:493]
Nah,sekarang ada dua hal yang bertolak belakang, satu sisi ada keharusan untukmenghadiri undangan resepsi, di sisi lain ada beberapa hal yang menghalangi halitu. Untuk mengatakan wajib khawatir haram dengan beberapa alasan yangdisebutkan di atas, sedangkan untuk mengatakan haram khawatir hal itu wajib,dengan beberapa alasan yang telah disebutkan juga.
Untuk menyelesaikan permasalahan ini, kita bisa mengambil jalan tengah, yakni bahwa menghadiri resepsi non muslim hukumnya sunnah. Dengan begini kita sudah mengamalkan kedua pendapat ulama yang mengatakan wajib menghadiri dan yang tidak, tanpa mengabaikan salah satunya. Ini selaras dengan kaidah,
الخُرُوْجُ مِنَ الْخِلَافِمُسْتَحَبٌّ
“Keluar dari perbedaan itu lebih disenangi”. [al-Madkhalila Qawâ’idi al-Fiqhiyyah: 173]
Hukum sunnah ini juga dilontarkan sebagian ulama. Hanya saja mereka menambahkan bahwa kesunnahannya itu tidak sama nilainya dengan kesunnahan menghadiri undangan orang muslim, yang oleh sebagian ulama memang diputuskan sebagai kesunnahan. Ada juga yang berpendapat bahwa kesunnahan itu berlaku hanya ketika si dzimmy merupakan kerabat, tetangga, atau bisa diharapkan untuk masuk Islam. [I’ânatual-Thâlibîn, III:408; Tuhfatu al-Muhtâj fi Syarhi al-Minhâj, XXXI:390]
Sedangkan mengenai makanandan harta si pengundang juga kita tidak perlu terlalu dipermasalahkan, dengan catatan kita tidak tahu bahwa itu haram atau najis maka kita bisa memakannya. Toh, harta orang Islam pun juga bisa dimungkinkan diperoleh melalui jalan haram, padahal kita tidak mempermasalahkannya. Terlebih, memakan sesuatu yang dihidangkan juga bukan keharusan, para ulama hanya menghukumi sunnah. Kalau memang mau sangat berhati-hati tidak perlu memakan makanan yang dihidangkan. [Marqatu al-Mafâtih Syarhu Misykâtu al-Mashâbih, X:161]
Menurut sebuah riwayat dariImam Ahmad yang berasal dari shahabat Anas, menyebutkan bahwa Nabi pernah diundang oleh orang Yahudi untuk makan roti yang terbuat dari gandum dan Nabi pun menghadiri undangan tersebut. Tapi tidak dijelaskan apakah Nabi memakan roti yang dihidangkan atau tidak. Hadits ini juga lebih memperjelas bahwa permasalahan makanan ini tidak menjadi penyebab seseorang mengurungkan niatnya untuk menghadiri resepsi pernikahan dzimmy.[Tuhfatu al-Ahwâdz, III:165; Umdatu al-Qârîy, XX:158]




                                     III.            Kesimpulan
a.          Hadits ini shohih karena berkesinambungan sampai ke shahabat, dan rata-rata komentar ulama mengenai para perawi adalah Tsiqah.
b.        Hadits ini termasuk muttawatir karena perawinya banyak.
c.         Dilihat dari jalur sanad, hadits ini termasuk hadits marfu’ karena langsung kepada Nabi.
d.      dalam memenuhi undangan, Tidak sekedar untuk memuaskan nafsu perut, tetapi harus diniati untuk mengikuti perintah syari’at, menghormati saudaranya, menyenangkan hatinya, mengunjunginya dan menjag dirinya dari timbulnya buruk sangka jika dia tidak memenuhi undangan itu.
e.       jika mengadakan acara walimah, harusnya Menghindari hiburan yang merusak. Contohnya, suguhan acara tarian oleh wanita-wanita yang berbusana tidak sesuai dengan syariat islam, bahkan cenderung mempertontonkan aurat.
f.       Menurut sebuah riwayat dariImam Ahmad yang berasal dari shahabat Anas, menyebutkan bahwa Nabi pernah diundang oleh orang Yahudi untuk makan roti yang terbuat dari gandum dan Nabi pun menghadiri undangan tersebut. Tapi tidak dijelaskan apakah Nabi memakan roti yang dihidangkan atau tidak. Hadits ini juga lebih memperjelas bahwa permasalahan makanan ini tidak menjadi penyebab seseorang mengurungkan niatnya untuk menghadiri resepsi pernikahan dzimmy






                                     IV.            Daftar Pustaka
Kitab Bukhari Muslim
Lidwa















LAMPIRAN
Biografi Perawi serta Komentar para Ulama
Nama Lengkap : Abdullah bin 'Umar bin Al Khaththab bin Nufail
Kalangan : Shahabat
Ulama
Komentar
Ibnu Hajar Al Atsqalani
Shahabat
Adz Dzahabi
Shahabat
Kuniyah : Abu 'Abdur Rahman
Negeri semasa hidup : Madinah
Wafat : 73 H



Ulama
Komentar
Yahya bin Ma'in
Tsiqah
Al 'Ajli
Tsiqah
An Nasa'i
Tsiqah
Ibnu Kharasy
Tsiqah
Nama Lengkap : "Nafi', maula Ibnu 'Umar “    
Kalangan : Tabi'in kalangan biasa
Kuniyah : Abu 'Abdullah
Negeri semasa hidup : Madinah
Wafat : 117 H



ULAMA
KOMENTAR
Ibnu Hajar
tsiqah tsabat
Adz Dzahabi
tsiqah
Yahya bin Ma'in
Tsiqah
Abu Hatim
Tsiqah
Abu Zur'ah
tsiqah
An Nasa'i
tsiqah tsabat
Nama Lengkap : Ubaidullah bin 'Umar bin Hafsh bin 'Ashim bin 'Umar bin Al Khaththab
Kalangan : Tabi'in kalangan biasa
Kuniyah : Abu 'Utsman
Negeri semasa hidup : Madinah
Wafat : 147 H


ULAMA
KOMENTAR
Yahya bin Ma'in
tsiqah
Abu Hatim
Mustaqimul hadits
Ibnu Hibban
disebutkan dalam 'ats tsiqaat
Ibnu Hajar
tsiqah
Adz Dzahabi
Hujjah
Nama Lengkap : Abdullah bin Numair
Kalangan : Tabi'ut Tabi'in kalangan biasa
Kuniyah : Abu Hisyam
Negeri semasa hidup : Kufah
Wafat : 199 H


ULAMA
KOMENTAR
Al 'Ajli
Tsiqah
Abu Hatim
Tsiqah
An Nasa'i
tsiqah ma`mun
Ibnu Hibban
disebutkan dalam 'ats tsiqaat
Ibnu Hajar al 'Asqalani
tsiqoh hafidz
Adz Dzahabi
Hafizh
Nama Lengkap : Muhammad bin 'Abdullah bin Numair
Kalangan : Tabi'ul Atba' kalangan tua
Kuniyah : Abu 'Abdur Rahman
Negeri semasa hidup : Kufah
Wafat : 234 H







Tidak ada komentar:

Posting Komentar