Hadits
Tahlili
“Perintah
untuk memenuhi undangan (Pernikahan)”
Oleh
:
Aan
Yunanto (4715131262)
Mukhlis
(4715137103)
Jurusan Ilmu Agama Islam
Fakultas
Ilmu Sosial
Universitas
Negeri Jakarta
2015
I.
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Undangan merupakan sesuatu yang sudah tidak asing lagi di telinga
kita. Lalu bagaimana sikap kita menanggapi hal mengenai undangan? Pada saat ini
masih ada sebagian orang yang belum memahami mengenai undangan. Banyak persepsi
yang salah dalam masyarakat mengenai undangan. Banyak masyarakat yang tidak
mengindahkan udangan yang mereka terima. Padahal hal itu merupakan salah satu
cara untuk bersilaturahmi sesama muslim.
Jika dilihat dari kasusnya, alasan sebagian orang tidak memenuhi
Undangan adalah jarak/lokasi tempat yang akan dituju cukup jauh dari
kediamannya. Seharusnya kita harus berusaha semampunya atau bisa datang
keesokan harinya. Jika memang benar-benar tidak ada cara untuk datang, maka
boleh-boleh saja kita kita datang. Kemudian contoh lainnya ialah sebagian
masyarakat beranggapan bahwa memenuhi undangan biasanya harus membawa hadiah
apapun bentuknya. Sehingga ketika undangan datang, mereka merasa tidak bisa
memenuhinya lantaran tidak bisa memberikan hadiah kepada pemberi undangan.
Diatas merupakan contoh-contoh kasus memenuhi undangan, pandangan
mereka bisa dibilang bertolak belakang dengan hadits nabi Muhammad SAW. Yaitu
hadits no 2576 yg berbunyi “Telah menceritakan kepada kami Ibnu Numair telah
menceritakan kepada kami ayahku telah menceritakan kepada kami 'Ubaidullah dari
Nafi' dari Ibnu Umar bahwasannya Nabi sallallahu 'alaihi wasallam beliau
bersabda: "Jika salah seorang dari kalian diundang ke pesta pernikahan,
hendaklah ia penuhi undangan tersebut.”
Maka dari itu, kajian ini diharapkan dapat berkontribusi untuk
meluruskan pola pikir masyarakat atau pun memberikan mereka pemahaman mengenai
undangan. Sehingga nantinya, tujuan akhir dari kajian ini ialah masyarakat
mampu memahaminya.
II.
Pembahasan
2.1 Hadits dan terjemah
حَدَّثَنَا ابْنُ نُمَيْرٍ حَدَّثَنَا أَبِي حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا دُعِيَ أَحَدُكُمْ إِلَى وَلِيمَةِ عُرْسٍ فَلْيُجِبْ
Artinya :
Telah menceritakan kepada kami Ibnu Numair telah menceritakan
kepada kami ayahku telah menceritakan kepada kami 'Ubaidullah dari Nafi' dari
Ibnu Umar bahwasannya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam beliau bersabda:
"Jika salah seorang dari kalian diundang ke pesta pernikahan, hendaklah ia
penuhi undangan tersebut." (H.R. Muslim no. 2576)
•
Jalur Sanad
Abdullah
bin 'Umar bin Al Khaththab bin Nufail >> "Nafi', maula Ibnu 'Umar
>> Ubaidullah bin 'Umar bin Hafsh bin 'Ashim bin 'Umar bin Al Khaththab
>> Abdullah bin Numair >> Muhammad bin 'Abdullah
bin
Numair
•
Hadits Pembanding dan Terjemah
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ نَافِعٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا دُعِيَ أَحَدُكُمْ إِلَى الْوَلِيمَةِ فَلْيَأْتِهَا
Telah menceritakan
kepada kami Abdullah bih Yusuf Telah mengabarkan kepada kami Malik dari Nafi'
dari Abdullah bin Umar radliallahu 'anhuma, bahwa Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda: "Jika salah seorang dari kalian diundang ke
acara walimahan, hendaklah ia datang." (H.R. Bukhari no. 4775)
2.2 Penjelasan Hadits
2.2.1
Pengertian Walimah
Walimah arti harfiahnya ialah berkumpul, karena pada
waktu itu berkumpul /suami-isteri. Dalam istilah
khusus walimah yaitu tentang makan dalam acara /perkawinan. Dalam kamus hukum walimah
juga adalah makanaan pesta /pengantin atau setiap makanan
untuk undangan dan lain sebagainya. kata walimah berasal
dari al-walam yang mempunyai arti al-jam'u (berkumpul),
karena setelah prosesi /ijabqabul dalam akad nikah
keduanya biasa dan bisa berkumpul. Ada juga yang
mengartikan al-walim itu makanan pengantin, yang maksudnya
adalah makanan yang disediakan khusus dalam acara pesta pernikahan. Bisa
juga diartikan dengan makanan untuk tamu undangan atau lainnya. Ibnu
Katsir mengemukakan bahwa walimah adalah: "yaitu makanan yang
dibuat untuk pesta pernikahan". Sedangkan menurut Ibn Arabi, bahwa
kata walimah mengandung maknasempurna dan bersatunya sesuatu. Sebagai
istilah, walimah biasanya digunakan untuk menyebut
perayaan tasyakur atas terjadinya peristiwa yang menggembirakan.
Namun istilah ini mengalami penyempitan makna, digunakan sebagai istilah untuk
perayaan tasyakurpernikahan (walimatu al-'urs) atau resepsi
pernikahan. Hal ini merujuk kepada sebuah keterangan tentang hal itu,
(yaitu) sebuah perintah Nabi saw kepada Abdurrahman bin Aufra saat selesai
akad nikah yang oleh beliau kelihatan dari dandananya.
2.2.2
Hukum dan Anjuran walimah
dalam islam
Semua ulama sepakat tentang pentingnya pesta perayaan nikah,
meskipun mereka berbeda pendapat tentang hukumnya: beberapa ulama berpendapat
hukum untuk mengadakan walimah pernikahan adalah wajib sementara itu
umumnya para ulama berpendapat hukumnya adalah Sunah yang sangat
dianjurkan.
1.
Pasal 61 Tentang Hukum Walimah
Bahwa hukum sedekah walimah atas pengantin adalah sunnah, dan hukum
menepati undangan walimah itu wajib ain, kecuali ada udzur, dan tidak wajib
datang untuk makan dari makanan walimah.
2.
Pasal 62 Tentang Uzur Walimah
Tidak wajib mendatangi sedekah walimah sebab diketahui terdapat udzur,
malah kadang terjadi haram, karena di tempat tersebut terdapat salah satu
munkar.
Adapaun sebagian halangan walimah ialah sebagai berikut:
a.
Terdapat arak untuk minum-minuman.
b. Terdapat seperangkat alat musik.
c. Terdapat wanita sama membuka aurat.
d. Terdapat bentuk (rupan) binatang sempurna
terletak di atas.
e. Dan sebagainya.
Apabila ditempat (majelis) terdapat salah satu bentuk munkar tidak
dihilangkan ketika hadir, maka tidaklah wajib menghadiri undangan itu. Tetapi
haram bagi orang yang sengaja datang, karena datang ke tempat munkar hukumnya
haram, kecuali ada kemampuan melarang munkar tersebut hingga hilang. Ketika
datang mampu menghilangkan munkar, maka hadirnya ke majelis tersebut wajib.
3.
Pasal 63 Tentang Haram Hadlir Dalam Majelis
Terhukum haram bagi seseorang datang dengan sengaja bila mengerti di
tempat itu terdapat munkar seperti orang meminum arak, memakai pakaian haram,
sutera (murni) dan cincin emas dan terdapat bentuk binatang yang terletak dia
atas dan (atau) pagar, kalau memang tidak dihilangkan dengan kehadirannya.
Agama islam mengajarkan bahwa perkahwinan merupakan peristiwa yang
patut disambut dengan rasa syukur dan gembira. walimah dalam islam tergolong
perbuatan yang mustahab (dianjurkan). Oleh kerana
itu Nabi mengajarkan agar peristiwa perkahwinan dirayakan dengan suatu
peralatan atau walimah.
Dalam
sabda Nabi SAW “Adakan walimah walaupun dengan seekor kambing”.
Terdapat dalil tentang kewajiban walimah dalam pernikahan. Ini adalah
pendapat ulama mazhab Azh-Zhahiri. Satu pendapat mengatakan, ini adalah
redaksi syafi`I dalam kitab Al-Umm.
Nabi SAW bersabda ketika Ali melamar fathimah, “harus ada
walimah”. (sanad hadits tidak cacat). Ini menunujukkan keharusan walimah yang
semakna dengan wajib. Disebutkan pula dalam hadits yang diriwayatkan Abu
Asy-Syaikh dan thabrani dalam kitab Al-Ausath dari Abu Hurairah RA secara
marfu “ walimah adalah hak dan sunah. Siapa yang diundang lalu ia tidak
menghadiri undangan itu,maka ia telah berbuat maksiat.” Secara tekstual, hak
menunjukkan kewajiban.
Ahmad berkata “walimah hukumnya sunah” Mayoritas
ulamamengatakan bahwa hukumnya mandub (dianjurkan). Ibnu Baththal berkata Aku
tidak mengetahui ada seseorang ulamak yang mewajibkan
walimah.” Seolah-olah ia tidak tahu adanya perbedaan pendapat. Ia
membuktikan hokum mandub dengan ucapan Syafi`I. “Aku tidak tahu ada seseorang
yang diperintahkan mengadakan walimah selain Abdulrahman bin Auf, dan aku tidak
tahu bahwa Nabi SAW tidak mengadakan walimah.”
Baihaqi meriwayatkan dari Abdurrahman bin Auf, dan menjadikannya
sebagai sandaran bahwa keberadaan walimah tidak wajib. Kandungan hadits ini
samar dan pendapat yang unggul mengatakan bahwa walimah adalah sunah. ( Asy-
syaukani).
Diriwayatkan dari Atha ` ia berkata : Ibnu Abbas diundang makan
saat ia sedang mengurusi masalah perairan. Lalu ia berkata kepada kaum itu, “
penuhilah undangan saudaramu! Sampaikan salam kepadanya, dan beritahu ia bahawa
aku sibuk.” (HR. Abdurrazzaq)
2.2.3
Kriteria Walimah menurut
Islam
Suatu amalan akan menjadi sangat berkah ketika
dilakukan karena mengharap ridha Allah SWT, termasuk dalam penyelenggaraan
acara walimah. Selain itu ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam
penyelenggaraan walimah, yaitu:
a.
Sesuai dengan hadits di atas, bahwa undangan tidak boleh dikhususkan
terhadap orang-orang kaya saja, sedangkan orang-orang miskin tidak diundang.
b. Orang yang mengundang untuk walimah jangan
sampai melupakan kerabat dan rekan-rekannya. Jika yang diundang hanya sebagian
diantara mereka, tentu akan menyakiti hati sebagian yang lain yang tidak
diundang. Dan yang pasti, orang-orang yang shaleh ahrus diundang, apakah mereka
fakir ataupun kaya.
c. Disunnahkan menyelenggarakan walimah dengan
menyembelih seekor domba atau lebih jika memang ada kesanggupan.
d. Penyelenggaraan walimah ini harus dimaksudkan
untuk mengikuti sunnah dan menyenangkan saudara-saudara.
e. Dalam walimah harus dihindarkan hal-hal yang
sudah biasa menyebar pada zaman sekarang, yang diwarnai dengan berbagai
kemungkaran dan dosa serta yang jelas diharamka syari’at, seperti meminum
jenis-jenis minuman yang memabukkan atau apapun yang diharamkan, dan laki-laki
yang bercampur dengan wanita. Artinya tidak berbaur antara tamu pria dan tamu
wanita.
f. Menghindari hiburan yang merusak. Contohnya,
suguhan acara tarian oleh wanita-wanita yang berbusana tidak sesuai dengan
syariat islam, bahkan cenderung mempertontonkan aurat.
g. Dalam rumah tempat walimah itu tidak
terdapat perlengkapan yang haram.
Karena, ketika di tempat terselenggaranya walimah tersebut terdapat
perlengkapan yang diharamkan oleh agama, maka acara tersebut sudah tidak sesuai
dengan batasan walimah yang dianjurkan oleh agama. Salah-satu contoh dari
peralatan tersebut telah dijelaskan dalam hadits Rosul yang artinya: “Dari
Hudzaifah Al-Yaman R.A. Ia berkata: Rosululoh S.A.W. bersabda: “ janganlah kamu
minum dangan bejana emas dan perak dan janganlah kamu makan dengan piring emas
dan perak, karena Ia untuk mereka (orang kafir) di dunia dan untuk Kamu
nanti di akhirat.(muttafaq alaih).”
2.2.4
Adab-adab menghadiri Undangan
Walimah
Ada beberapa adab yang harus diperhatikan
dalam memenuhi undangan, yaitu :
a.
Tidak sekedar untuk memuaskan nafsu perut, tetapi harus diniati untuk
mengikuti perintah syari’at, menghormati saudaranya, menyenangkan hatinya,
mengunjunginya dan menjag dirinya dari timbulnya buruk sangka jika dia tidak
memenuhi undangan itu
b. Mendo’akan tuan rumah jika sudah selesai makan
dan mendoakan kedua mempelai dalam undangan pernikahan.
c. Tidak memenuhi undangan jika di sana ada
kedurhakaan. Dan lain sebagainya, termasuk ada baiknya membantu dengan harta
bagi kerabat yang kaya dalam penyelenggaraan walimah.
d. Jika pada hari acara diadakan tidak bisa
hadir, bisa datang pada hari berikutnya.
e. Boleh datang walaupun jika sedang berpuasa.
2.2.5
Hukum menghadiri undangan
walimah non muslim
Selanjutnya,
yang menjadi persoalan inti dalam pembahasan kali ini, apakah kewajiban itu
tetap berlaku ketika yang mengundang adalah orang non muslim?
Seperti
yang biasa terjadi, para ulama juga berselisih pendapat tentang hal ini. Ada
yang berpendapat wajib, sebagaimana menghadiri undangan resepsi pernikahan
orang muslim. Dengan landasan bahwa perintah menghadiri walimah itu bersifat umum,
mencakup muslim dan non muslim. Oleh karenanya, maka menghadiri undangan non
muslim juga wajib. [al-Hâwiy al-Kabîr, XII:94]
Sedangkan
jumhur ulama yang pada awalnya mengatakan wajib menghadiri undangan, dalam
masalah ini mereka mengatakan tidak wajib, karena kewajiban itu berlaku ketika
tidak ada hal yang menggugurkan kewajiban tersebut. Diantara hal yang dapat
menggugurkan kewajiban ialah: kedatangannya akan membantu kezhaliman atau
kemaksiatan, ada orang yang merasa sakit hati dengan kedatangannya, dan di
tempat walimah ada
kemungkaran, semisal minum bir.
Di
samping itu, jumhur juga menetapkan beberapa syarat, yaitu: pengundang harus
baligh, berakal, dewasa,merdeka, dan beragama Islam. Selain itu undangannya
bersifat jelas, semisal melalui surat atau disampaikan secara langsung, serta
undangannya itu tidak tertentu pada orang-orang kaya. [Raudhatu
al-Thâlibîn,III,64; Kifâyatual-Akhyâr, I:498]
Untuk
menentukan hokum menghadiri undangan walimah non muslim ini, mari keluar terlebih dahulu dari
dua pendapat di atas dan simak ayat berikut ini,
لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ
الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِوَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ
أَنْ تَبَرُّوهُمْوَتُقْسِطُواإِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ
“Allah
tiada melarang kamu untuk berlaku baik dan berbuatadil terhadap orang-orang
yang tiada memerangimu karena agama dan tidakmengusirmu dari negerimu”. [QS. Al-Mumtahanah: 08]
Allah
tidak mempermasalahkan kita untuk bersikap baik pada orang non muslim,
khususnya dzimmiy.
Walaupun agama berbeda, sikap baik harus tetap terbina, agar tercipta hubungan
yang baik pula. Bahkan rasulullah melarang umatnya untuk menyakiti dzimmy. Beliau pernah bersabda,
مَنْ آذَى ذِمِّياً فَأَناَ
خَصْمُهُ وَمَنْ كُنْتُ خَصْمُهُ خَصَمْتُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Barangsiapa yang menyakiti kafir dzimmiy (kafir
yang berdamai dengan kita), makaakulah musuhnya. Dan barang siapa yang
bermusuhan dengan aku, aku juga akanmemusuhinya nanti di hari kiamat.” [Jâmi’ual-Ahâdits, XIX:461]
Salah
satu bentuk sikap baik tentu dengan menghadiri undangan resepsi pernikahannya.
Dengan hadir berarti kita sudah menghargai undangan mereka dan mereka akan
merasa senang dengan kehadiran kita, dan hal ini akan mempererat tali
silaturrahmi.
Namun
timbul persoalan, yaitu kadang-kadang makanan mereka merupakan sesuatu yang
haram atau najis. Mengingat ada sebagian barang haram yang jadi menu makanan
mereka, atau proses pembersihannya tidak memenuhi syarat, sehingga dimungkinkan
makanan itu bisa najis. Orang Islam pun terkadang merasa jijik dengan makanan
mereka. Selain itu, harta mereka dimungkinkan berasal dari sesuatu yang haram,
sebab tasharruf (transakasi) mereka itu
bisa fasid (rusak,
tidak sah), semisal didapat dari menjual minuman keras. Karena alasan seperti
inilah jumhur bependapat tidak wajib mendatangi undangan resepsi dari non
muslim. [Syarhual-Kabîr, VIII:108; al-Mughnîy, XV:493]
Nah,sekarang
ada dua hal yang bertolak belakang, satu sisi ada keharusan untukmenghadiri
undangan resepsi, di sisi lain ada beberapa hal yang menghalangi halitu. Untuk
mengatakan wajib khawatir haram dengan beberapa alasan yangdisebutkan di atas,
sedangkan untuk mengatakan haram khawatir hal itu wajib,dengan beberapa alasan
yang telah disebutkan juga.
Untuk
menyelesaikan permasalahan ini, kita bisa mengambil jalan tengah, yakni bahwa
menghadiri resepsi non muslim hukumnya sunnah. Dengan begini kita sudah
mengamalkan kedua pendapat ulama yang mengatakan wajib menghadiri dan yang
tidak, tanpa mengabaikan salah satunya. Ini selaras dengan kaidah,
الخُرُوْجُ مِنَ
الْخِلَافِمُسْتَحَبٌّ
“Keluar dari perbedaan itu lebih disenangi”. [al-Madkhalila Qawâ’idi al-Fiqhiyyah: 173]
Hukum
sunnah ini juga dilontarkan sebagian ulama. Hanya saja mereka menambahkan bahwa
kesunnahannya itu tidak sama nilainya dengan kesunnahan menghadiri undangan
orang muslim, yang oleh sebagian ulama memang diputuskan sebagai kesunnahan.
Ada juga yang berpendapat bahwa kesunnahan itu berlaku hanya ketika si dzimmy merupakan kerabat,
tetangga, atau bisa diharapkan untuk masuk Islam. [I’ânatual-Thâlibîn, III:408;
Tuhfatu al-Muhtâj fi Syarhi al-Minhâj, XXXI:390]
Sedangkan
mengenai makanandan harta si pengundang juga kita tidak perlu terlalu
dipermasalahkan, dengan catatan kita tidak tahu bahwa itu haram atau najis maka
kita bisa memakannya. Toh,
harta orang Islam pun juga bisa dimungkinkan diperoleh melalui jalan haram,
padahal kita tidak mempermasalahkannya. Terlebih, memakan sesuatu yang
dihidangkan juga bukan keharusan, para ulama hanya menghukumi sunnah. Kalau
memang mau sangat berhati-hati tidak perlu memakan makanan yang dihidangkan.
[Marqatu al-Mafâtih Syarhu Misykâtu al-Mashâbih, X:161]
Menurut
sebuah riwayat dariImam Ahmad yang berasal dari shahabat Anas, menyebutkan
bahwa Nabi pernah diundang oleh orang Yahudi untuk makan roti yang terbuat dari
gandum dan Nabi pun menghadiri undangan tersebut. Tapi tidak dijelaskan apakah
Nabi memakan roti yang dihidangkan atau tidak. Hadits ini juga lebih
memperjelas bahwa permasalahan makanan ini tidak menjadi penyebab seseorang
mengurungkan niatnya untuk menghadiri resepsi pernikahan dzimmy.[Tuhfatu al-Ahwâdz, III:165;
Umdatu al-Qârîy, XX:158]
III.
Kesimpulan
a.
Hadits ini shohih karena berkesinambungan sampai ke shahabat, dan
rata-rata komentar ulama mengenai para perawi adalah Tsiqah.
b.
Hadits ini termasuk muttawatir karena perawinya banyak.
c.
Dilihat dari jalur sanad, hadits ini termasuk hadits marfu’ karena
langsung kepada Nabi.
d. dalam memenuhi undangan, Tidak sekedar untuk
memuaskan nafsu perut, tetapi harus diniati untuk mengikuti perintah syari’at,
menghormati saudaranya, menyenangkan hatinya, mengunjunginya dan menjag dirinya
dari timbulnya buruk sangka jika dia tidak memenuhi undangan itu.
e. jika mengadakan acara walimah, harusnya
Menghindari hiburan yang merusak. Contohnya, suguhan acara tarian oleh
wanita-wanita yang berbusana tidak sesuai dengan syariat islam, bahkan
cenderung mempertontonkan aurat.
f. Menurut sebuah riwayat dariImam
Ahmad yang berasal dari shahabat Anas, menyebutkan bahwa Nabi pernah
diundang oleh orang Yahudi untuk makan roti yang terbuat dari gandum dan Nabi
pun menghadiri undangan tersebut. Tapi tidak dijelaskan apakah Nabi memakan
roti yang dihidangkan atau tidak. Hadits ini juga lebih memperjelas bahwa
permasalahan makanan ini tidak menjadi penyebab seseorang mengurungkan niatnya
untuk menghadiri resepsi pernikahan dzimmy
IV.
Daftar Pustaka
Kitab
Bukhari Muslim
Lidwa
LAMPIRAN
Biografi Perawi serta Komentar para Ulama
Nama Lengkap : Abdullah bin 'Umar bin Al Khaththab bin
Nufail
Kalangan : Shahabat
Ulama
|
Komentar
|
Ibnu Hajar Al Atsqalani
|
Shahabat
|
Adz Dzahabi
|
Shahabat
|
Kuniyah : Abu 'Abdur Rahman
Negeri semasa hidup : Madinah
Wafat : 73 H
Ulama
|
Komentar
|
Yahya bin Ma'in
|
Tsiqah
|
Al 'Ajli
|
Tsiqah
|
An Nasa'i
|
Tsiqah
|
Ibnu Kharasy
|
Tsiqah
|
Nama Lengkap : "Nafi', maula Ibnu 'Umar
“
Kalangan : Tabi'in kalangan biasa
Kuniyah : Abu 'Abdullah
Negeri semasa hidup : Madinah
Wafat : 117 H
ULAMA
|
KOMENTAR
|
Ibnu Hajar
|
tsiqah tsabat
|
Adz Dzahabi
|
tsiqah
|
Yahya bin Ma'in
|
Tsiqah
|
Abu Hatim
|
Tsiqah
|
Abu Zur'ah
|
tsiqah
|
An Nasa'i
|
tsiqah tsabat
|
Nama Lengkap : Ubaidullah bin 'Umar bin Hafsh bin 'Ashim
bin 'Umar bin Al Khaththab
Kalangan : Tabi'in kalangan biasa
Kuniyah : Abu 'Utsman
Negeri semasa hidup : Madinah
Wafat : 147 H
ULAMA
|
KOMENTAR
|
Yahya
bin Ma'in
|
tsiqah
|
Abu
Hatim
|
Mustaqimul
hadits
|
Ibnu
Hibban
|
disebutkan
dalam 'ats tsiqaat
|
Ibnu
Hajar
|
tsiqah
|
Adz
Dzahabi
|
Hujjah
|
Nama Lengkap : Abdullah bin Numair
Kalangan : Tabi'ut Tabi'in kalangan biasa
Kuniyah : Abu Hisyam
Negeri semasa hidup : Kufah
Wafat : 199 H
ULAMA
|
KOMENTAR
|
Al
'Ajli
|
Tsiqah
|
Abu
Hatim
|
Tsiqah
|
An
Nasa'i
|
tsiqah
ma`mun
|
Ibnu
Hibban
|
disebutkan
dalam 'ats tsiqaat
|
Ibnu
Hajar al 'Asqalani
|
tsiqoh
hafidz
|
Adz
Dzahabi
|
Hafizh
|
Nama Lengkap : Muhammad bin 'Abdullah bin Numair
Kalangan : Tabi'ul Atba' kalangan tua
Kuniyah : Abu 'Abdur Rahman
Negeri semasa hidup : Kufah
Wafat : 234 H
Tidak ada komentar:
Posting Komentar