Hadits Tahlili
“Larangan
untuk Puasa di Hari Raya Idul Fitri dan Hari Raya Idul Adha”
Disusun Oleh:
Fauziah ( 4715131266 )
Nur Azizah Fitria (4715131251)
Jurusan Ilmu Agama Islam
Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Jakarta
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan Semesta Alam.
Yang hanya kepada-Nya kita menyembah dan hanya kepada-Nya kita meminta
pertolongan. Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad
SAW, beserta keluarga , sahabat, dan semoga kita sebagai umatnya mendapatkan
syafaatnya di hari kiamat nanti. Amien.
Alhamdulillah, kami bersyukur dan berserah diri
kepada Allah, karena kemurahan dan rahmat-Nya-lah kami bisa menyelesaikan
penyusunan makalah Hadits Tahlili yang berjudul “ Hadits tentang Mensucikan
Tanah yang Terkena Najis.” Melalui penyusunan makalah ini kami berharap bisa menjadi suatu bahan pertimbangan untuk dapat
memahami hadits secara komprehensif.
Kami
sangat berterima kasih kepada para sahabat yang telah membantu dalam
perampungan makalah ini. Pemakalah menyadari masih banyak kekurangan dalam
makalah ini. Oleh karena itu saran-saran yang bersifat membangun sangat
diharapkan dan akan disambut dengan senang hati. Akhir kata pemakalah sangat
berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk masyarakat.
Jakarta, 30 Mei 2015
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Memahami hadits secara baik dan
benar merupakan keharusan bagi umat islam sebagai bentuk peningkatan
manifestasi keimanan kita. Dan hal tersebut harus dilakukan dengan tata cara
serta metode yang baik dan benar yang didasarkan pada rumusan-rumusan serta
teori-teori yang telah disusun oleh ulama salaf maupun khalaf, baik dari
kalangan ahli hadits maupun ahli fiqih.
Tidak bisa kita pungkiri
bahwa implementasi hadits terhadap fiqih menghasilkan berbagai macam teori yang secara jelas kita ketemukan
perbedaan-perbedaan satu sama lain. Perbedaan-perbedaan tersebut jikalau tidak
ditanggapi dengan besar hati maka memungkinkan timbulnya perselisihan dan
perdebatan yang saling menjatuhkan.
Oleh karena itu, dirasa
sangat penting untuk memahami kajian hadits, salah satunya adalah hadits
tentang puasa yang merupakan perkara yang sangat riskan jika tidak dipahami
dengan baik. Lebih spesifiknya tentang hadits Larangan untuk Puasa di Hari Raya Idul Fitri dan
Hari Raya Idul Adha.
B. Tujuan Penulisan
Memahami hadits secara sistematis dan
mengimplementasikannya secara baik dan benar.
C. Manfaat Penulisan
Hasil penulisan ini diharapkan bisa menjadi suatu bahan
pertimbangan untuk dapat memahami
hadits secara komprehensif.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hadits dan
Terjemahan
Sumber : Muslim
Kitab : Puasa
Bab : Larangan untuk puasa di hari raya Fitri dan Adlha
No. Hadist : 1920
و حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى قَالَ قَرَأْتُ عَلَى
مَالِكٍ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ أَبِي عُبَيْدٍ مَوْلَى ابْنِ أَزْهَرَ أَنَّهُ
قَالَ شَهِدْتُ الْعِيدَ مَعَ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
فَجَاءَ فَصَلَّى ثُمَّ انْصَرَفَ فَخَطَبَ النَّاسَ فَقَالَ إِنَّ هَذَيْنِ يَوْمَانِ
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ صِيَامِهِمَا
يَوْمُ فِطْرِكُمْ مِنْ صِيَامِكُمْ وَالْآخَرُ يَوْمٌ تَأْكُلُونَ فِيهِ مِنْ
نُسُكِكُمْ
Artinya : Dan Telah menceritakan kepada kami Yahya
bin Yahya ia berkata, saya telah membacakan kepada Malik dari Ibnu Syihab dari
Abu Ubaid Maula Ibnu Azhar, bahwa ia berkata; Saya pernah ikut serta dalam
shalat Ied bersama Umar bin Al Khaththab radliallahu 'anhu. Saat itu, ia
datang, lalu shalat kemudian menyampaikan khutbah seraya berkata,
"Sesungguhnya dua hari ini, merupakan dua hari yang Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam telah melarang untuk berpuasa pada keduanya. Yakni, hari Iedul
Fithri setelah puasa kalian, dan satu lagi adalah hari ketika kalian makan
daging dari hewan kurban kalian."
B. Jalur Sanad
![]() |
|||||||
![]() |
|||||||
![]() |
|||||||
![]() |
|||||||
![]() |
|||||||
![]() |
|||||||
![]() |
|||||||
![]() |
|||||||
![]() |
|||||||
C.
Hadits Pembanding dan Terjemahan
Sumber
: Bukhari
Kitab
: Shaum
Bab
: Puasa di hari Idul Fitri
No.
Hadist : 1854
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ
أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ أَبِي عُبَيْدٍ مَوْلَى ابْنِ أَزْهَرَ
قَالَ شَهِدْتُ الْعِيدَ مَعَ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ فَقَالَ
هَذَانِ يَوْمَانِ نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ صِيَامِهِمَا
يَوْمُ فِطْرِكُمْ مِنْ صِيَامِكُمْ وَالْيَوْمُ الْآخَرُ تَأْكُلُونَ فِيهِ مِنْ نُسُكِكُمْ
قَالَ أَبُو عَبْد اللَّهِ قَالَ ابْنُ عُيَيْنَةَ مَنْ قَالَ مَوْلَى ابْنِ أَزْهَرَ
فَقَدْ أَصَابَ وَمَنْ قَالَ مَوْلَى عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفٍ فَقَدْ أَصَابَ
Artinya : Telah menceritakan kepada kami 'Abdullah bin
Yusuf telah mengabarkan kepada kami Malik dari Ibnu Syihab dari Abu 'Ubaid,
maula Ibnu Azhar berkata; Aku mengikuti shalat 'Ied bersama 'Umar bin Al Khaththob
radliallahu 'anhu lalu dia berkata: "Inilah dua hari yang Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam melarang puasa padanya, yaitu pada hari saat
kalian berbuka dari puasa kalian ('Iedul Fithri) dan hari lainnya adalah hari
ketika kalian memakan hewan qurban kalian ('Iedul Adhha) ". Dan Abu
'Abdullah Al Bukhariy berkata; Ibnu 'Uyainah berkata; Siapa yang berkata bahwa
Abu 'Ubaid adalah maula Ibnu Azhar berarti dia telah berkata benar dan juga
siapa yang berkata bahwa dia adalah maula 'Abdurrahman bin 'Auf, dia juga telah
berkata benar.
D. Jalur Sanad
Hadits Pembanding
![]() |
|||||
![]() |
|||||
![]() |
|||||
![]() |
|||||
![]() |
|||||
![]() |
|||||
![]() |
|||||
![]() |
|||||
![]() |
|||||
E. Penjelasan
Hadits
a. Hakikat Puasa
Shaum (puasa) menurut bahasa yaitu alimsak (menahan diri), adapun
pengertian menurut syari' yaitu menahan diri dengan niat dari seluruh yang
membatalkan puasa seperti makan, minum dan bersetubuh mulai dari terbit fajar
sampai dengan terbenam matahari. (Anas ismail
Abu Dzaud, 1996: 412) Namun, secara implisit dalam puasa terdapat dua nilai
yang menjadi parameter antara sah atau rusaknya puasa seseorang.
Pertama, Nilai
Formal yaitu yang berlaku dalam perspektif ini puasa hanya tinjau dari segi
menahan lapar, haus dan birahi. Maka menurut nilai ini, seseorang telah
dikatakan berpuasa apabila dia tidak makan, minum dan melakukan hubungan
seksual mulai dari terbit fajar sampai terbenam matahari. Padahal Rasulullah
SAW telah memberikan warning terhadap umat muslim melalui sebuah haditnya yang
berbunyi : "Banyak
orang yang puasa mereka tidak mendapatkan apa-apa melainkan hanya rasa lapar
dan haus saja". H.R. bukhari. Dari hadits tersebut kita dapat
mengetahui bahwa hakekat atau esensi puasa tidak hanya menahan rasa lapar, haus
dan gairah birahi saja, melainkan dalam puasa terkandung berbagai aturan, makna
dan faedah yang mesti diikuti.
Kedua, Nilai
Fungsional yaitu yang menjadi parameter sah atau rusaknya puasa seseorang
ditinjau dari segi fungsinya. Adapun fungsinya yaitu untuk menjadikan manusia
bertakwa (laa'lakum tattaqun). QS. Al-Baqarah 183
Kemudian menurut nilai ini, puasa seseorang
sah dan tidak rusak apabila orang tesebut dapat mencapai kualitas ketakwaan
terhadap Allah SWT.
b.
Hari Raya Idul
Fitri
Idul Fitri bisa diartikan sebagai puncak atau klimaks dari pelaksanaan
ibadah puasa di bulan Ramadhan. Idul Fitri sendiri
memiliki keterkaitan makna dengan tujuan akhir yang ingin diraih dari
pelaksanaan kewajiban berpuasa. Idul Fitri secara bahasa atau etimologi bisa
berarti Hari Raya Kesucian atau bisa juga diartikan sebagai Hari Kemenangan
umat Islam. Kemenangan disini adalah bentuk dari kemenangan dalam menggapai
kesucian atau perwujudan dari kembali kepada keadaan fitrah
(Fitri). (sumber: Quraish Shihab untuk suarakarya-online.com)
kata Idul Fitri atau
kembali kepada fitrah merupakan pengertian yang sangat relevan atau berhubungan
dengan makna sebenarnya dari keberhasilan yang diperoleh setelah berakhirnya
pelaksanaan ibadah puasa. Beberapa sumber juga menganalogikan Idul Fitri atau
Lebaran sebagai jalan menuju kepada keadaan fitrah manusia layaknya seperti
seorang bayi yang baru dilahirkan, bersih dan tanpa dosa. Hal tersebut merujuk
pada perjanjian awal atau "Perjanjian Primordial" yang berisi pengakuan
manusia terhadap Ke-Esa-an Allah sebagai satu-satunya Tuhan yang patut di
sembah sebagaimana terangkum dalam Surah al-A’raf (7) ayat 172 :
وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ
مِنْ بَنِي ءَادَمَ مِنْ ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَى
أَنْفُسِهِمْ أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ قَالُوا بَلَى شَهِدْنَا أَنْ تَقُولُوا يَوْمَ
الْقِيَامَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هَذَا غَافِلِينَ
Artinya : (Dan
(ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi
mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman):
“Bukankah Aku ini Tuhan-mu?” Mereka menjawab: “Betul (Engkau adalah Tuhan
kami), kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari
kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang
yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)”).
c. Hari Raya
Idul Adha
Idul Adha
(di Republik Indonesia, Hari Raya Haji, bahasa Arab: عيد الأضحى)
adalah sebuah hari raya Islam. Pada hari ini diperingati peristiwa kurban, yaitu
ketika Nabi Ibrahim (Abraham), yang bersedia untuk mengorbankan putranya Ismail untuk Allah, akan mengorbankan putranya Ismail, kemudian digantikan oleh-Nya dengan domba.
Pada hari
raya ini, umat Islam berkumpul pada pagi hari dan melakukan salat Ied bersama-sama di tanah lapang, seperti ketika
merayakan Idul Fitri. Setelah salat, dilakukan penyembelihan hewan kurban, untuk memperingati perintah Allah kepada Nabi Ibrahim yang
menyembelih domba sebagai pengganti putranya.
Hari Raya
Idul Adha jatuh pada tanggal 10 bulan Dzulhijjah, hari ini jatuh persis 70 hari setelah perayaan Idul Fitri. Hari ini juga beserta hari-hari Tasyrik diharamkan puasa bagi umat Islam.
Pusat
perayaan Idul Adha adalah sebuah desa kecil di Arab Saudi yang bernama Mina, dekat Mekkah. Di sini ada tiga tiang batu yang melambangkan Iblis dan harus dilempari batu oleh umat Muslim yang sedang naik Haji.
Hari Idul
Adha adalah puncaknya ibadah Haji yang dilaksanakan umat Muslim. Terkadang Idul
Adha disebut pula sebagai Idul Qurban atau Lebaran Haji.
d. Larangan
berpuasa di Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ – رضى الله عنه – أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه
وسلم- نَهَى عَنْ صِيَامِ يَوْمَيْنِ يَوْمِ الأَضْحَى وَيَوْمِ الْفِطْرِ
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhum bahwa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam melarang dari puasa pada dua hari: Idul Fithri dan Idul
‘Adha. (HR. Muslim no. 1138).
Jika dikatakan dilarang, berarti tidak sah menjalani puasa pada hari Idul
Fithri dan Idul Adha, bahkan inilah yang disepakati (adanya ijma’) dari para
ulama. Jadi diharamkan berpuasa pada kedua hari tersebut dan yang melakukannya
dinilai berdosa. Karena ibadahnya sendiri termasuk maksiat. Contohnya yang
menjalani puasa sunnah, atau puasa wajib seperti puasa nadzar, maka tidak
teranggap puasanya atau nadzarnya.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Stiba.net
Lidwa.net
Wikipedia.com
LAMPIRAN
BIOGRAFI
( IMAM MUSLIM )
Nama: Muslim
bin al Hajjaj bin Muslim bin Kausyaz al-Qusyairi an-Naisaburi
Kuniyah beliau:
Abdul Husain
Nasab beliau:
1. Al Qusyairi;
merupakan nisbah kepada Qabilah afiliasi beliau, ada yang mengatakan bahwa Al
Qusyairi merupakan orang arab asli, dan ada juga yang berpendapat bahwa nisbah
kepada Qusyair merupakan nisbah perwalian saja
2. An
Naisaburi; merupakan nisbah yang di tujukan kepada negri tempat beliau tinggal,
yaitu Naisabur. Satu kota besar yang terletak di daerah Khurasan
Tanggal lahir:
para ulama tidak bisa memastikan tahun kelahiran beliau, sehingga sebagian
mereka ada yang berpendapat bahwa tahun kelahirannya adalah tahun 204 Hijriah,
dan ada juga yang berpendapat bahwa kelahiran beliau pada tahun 206 Hijriah.
Ciri-ciri
beliau: beliau mempunyai perawakan yang tegap, berambut dan berjenggot putih,
menjuntaikan ujung ‘imamahnya diantara dua punggungnya.
Aktifitas
beliau dalam menimba ilmu
Sesungguhnya
lingkungan tempat tumbuh imam Muslim memberikan peluang yang sangat luas untuk
menuntut ilmu yang bermanfa’at, karena Naisabur merupakan negri hidup yang
penuh dengan peninggalan ilmu dari pemilik syari’at. Semua itu terjadi karena
banyaknya orang-orang yang sibuk untuk memperoleh ilmu dan mentransfer ilmu,
maka besar kemungkinan bagi orang yang terlahir di lingkungan masyarakat
seperti ini akan tumbuh dengan ilmu juga. Adanya kesempatan yang terpampang
luas di hadapan Imam Muslim kecil untuk memetik dari buah-buah ilmu syariat
tidak di sia-siakannya.
Maka dia
mendengar hadits di negrinya tinggal pada tahun 218 Hijriah dari gurunya Yahya
bin Yahya At Tamimi, pada saat itu umurnya menginjak empat belas tahun. Dan
bisa juga orang tuanya serta keluarganya mempunyai andil dalam memotifasinya
untuk menuntut ilmu. Para ulama telah menceritakan bahwa orang tuanya, Al Hajaj
adalah dari kalangan masyayikh, yaitu termasuk dari kalangan orang yang
memperhatikan ilmu dan berusaha untuk memperolehnya.
Muslim
mempunyai kesempatan untuk mengadakan perjalanan hajinya pada tahun 220
Hijriah. Pada saat keluar itu dia mendengar hadits dari beberapa ahli hadits,
kemudian dia segera kembali ke negrinya Naisabur.
Rihlah beliau
Rihlah dalam
rangka menuntut hadits merupakan syi’ar ahlul hadits pada abad-abad pertama,
karena terpencarnya para pengusung sunnah dan atsar di berbagai belahan negri
Islam yang sangat luas. Maka Imam Muslim pun tidak ketinggalan dengan meniti
jalan pakar disiplin ilmu ini, dan beliau pun tidak ketinggalan dalam ambil
bagian, karena dalam sejarah beliau tertulis rihlah ilmiahnya, diantaranya;
Rihlah pertama;
rihlah beliau untuk menunaikan ibadah haji pada tahun 220 hijriah, pada saat
dia masih muda belia, pada saat itu beliau berjumpa dengan syaikhnya, Abdullah
bin Maslamah al Qa’nabi di Makkah, dan mendengar hadits darinya, sebagaimana
beliau juga mendengar hadits dari Ahmad binYunus dan beberapa ulama hadits yang
lainnya ketika di tengah perjalanan di daerah Kufah. Kemudian kembali lagi ke
negrinya dan tidak memperpanjang rihlahnya pada saat itu.
Rihlah kedua;
rihlah kedua ini begitu panjang dan lebih menjelajah kenegri Islam lainnya.
Rihlah ini di mulai sebelum tahun 230 Hijriah. Beliau berkeliling dan
memperbanyak mendengar hadits, sehingga beliau mendengar dari bayak ahli
hadits, dan mengantarkan beliau kepada derajat seorang imam dan kemajuan di
bidang ilmu hadits.
Beberapa negri
yang beliau masuki, diantaranya;
1. Khurasan dan
daerah sekitarnya
2. Ar Ray
3. Iraq; beliau
memasuki Kufah, Bashrah dan Baghdad.
4. Hijaz;
memasuki Makkah dan Madinah
5. Asy Syam
6. Mesir
Guru-guru
beliau
Perjalanan
ilmiah yang dilakukan imam Muslim menyebabkan dirinya mempunyai banyak guru
dari kalangan ahlul hadits. Al Hafizh Adz Dzahabi telah menghitung jumlah guru
yang diambil riwayatnya oleh imam Muslim dan dicantumkan di dalam kitab
shahihnya, dan jumlah mereka mencapai 220 orang, dan masih ada lagi selain
mereka yang tidak di cantumkan di dalam kitab shahihnya
Diantara
guru-guru beliau yang paling mencolok adalah;
1. Abdullah bin
Maslamah Al Qa’nabi, guru beliau yang paling tua
2. Al Imam
Muhammad bin Isma’il Al Bukhari
3. Al Imam
Ahmad bin Hambal
4. Al Imam
Ishaq bin Rahuyah al Faqih al Mujtahid Al Hafizh
5. Yahya bin
Ma’in, imam jarhu wa ta’dil
6. Ishaq bin
Manshur al Kausaj
7. Abu Bakar
bin Abi Syaibah, penulis buku al Mushannaf
8. Abdullah bin
Abdurrahman Ad Darimi
9. Abu Kuraib
Muhammad bin Al ‘Alaa`
10. Muhammad
bin Abdullah bin Numair
11. Abd bin
Hamid
Murid-murid
beliau
Al Imam Muslim
sibuk menyebarkan ilmunya di negrinya dan negri-negri Islam lainnya, baik
dengan pena maupun dengan lisannya, maka beliau pun tidak terlepas untuk
mendektekan hadits dan meriwayatkannya, sehingga banyak sekali para penuntut
ilmu mengambil ilmu dari beliau.
Diantara
murid-murid beliau antara lain;
1. Muhammad bin
Abdul wahhab al Farra`
2. Abu Hatim
Muhammad bin Idris ar Razi
3. Abu Bakar
Muhammad bin An Nadlr bin Salamah al Jarudi
4. Ali bin Al
Husain bin al Junaid ar Razi
5. Shalih bin
Muhammad Jazrah
6. Abu Isa at
Tirmidzi
7. Ibrahim bin
Abu Thalib
8. Ahmad bin
Salamah An Naisaburi
9. Abu Bakar
bin Khuzaimah
10. Makki bin
‘Abdan
11. Abdurrahman
bin Abu Hatim ar Razi
12. Abu Hamid
Ahmad bin Muhammad bin Asy Syarqi
13. Abu Awanah
al-Isfarayini
14. Ibrahim bin
Muhammad bin Sufyan al Faqih az Zahid.
Persaksian para
ulama terhadap beliau
1. Ishak bin
Mansur al Kausaj pernah berkata kepada imam Muslim: “sekali-kali kami tidak
akan kehilangan kebaikan selama Allah menetapkan engkau bagi kaum muslimin.”
2. Muhammad bin
Basysyar Bundar berkata; “huffazh dunia itu ada empat; Abu Zur’ah di ar Ray,
Muslim di An Naisabur, Abdullah Ad Darimi di Samarkand, dan Muhammad bin
Isma’il di Bukhara.”
3. Muhammad bin
Abdul Wahhab Al Farra` berkata; “(Muslim) merupakan ulama manusia, lumbung
ilmu, dan aku tidak mengetahuinya kecuali kebaikan.”
4. Ahmad bin
Salamah An Naisaburi menuturkan; “Saya melihat Abu Zur’ah dan Abu Hatim selalu
mengutamakan Muslim bin al-Hajjaj dalam perkara hadits shahih ketimbang para
masyayikh zaman keduanya.
5. Ibnu Abi
Hatim mengatakan: ” Saya menulis hadits darinya di Ray, dan dia merupakan orang
yang tsiqah dari kalangan huffazh, memiliki pengetahuan yang mendalam dalam
masalah hadits. Ketika ayahku di Tanya tentang dia, maka dia menjawab; (Muslim)
Shaduuq.”
6. Maslamah bin
Qasim al Andalusi berkata; ” tsiqah, mempunyai kedudukan yang agung, termasuk
dari kalangan para imam.”
7. Abu Ya’la Al
Khalili berkata; “dia sangat familier sekali untuk di sebutkan keutamaannya.”
8. Al Khatib Al
Baghdadi berkata; “(dia) merupakan salah seorang a`immah dan penghafal hadits.”
9. As Sam’ani
menuturkan; “termasuk salah seorang imam dunia.”
10. Ibnul Atsir
berkata; “termasuk salah seorang dari para imam penghafal hadits.”
11. Ibnu Katsir
berkata; “termasuk salah seorang dari para imam penghafal hadits.”
12. Adz Dzahabi
berkata; ” Imam besar, hafizh lagi mumpuni, hujah serta orang yang jujur.”
Hasil karya
beliau
Imam Muslim
mempunyai hasil karya dalam bidang ilmu hadits yang jumlahnya cukup banyak. Di
antaranya ada yang sampai kepada kita dan sebagian lagi ada yang tidak sampai.
Adapun hasil
karya beliau yang sampai kepada kita adalah;
1. Al Jami’ ash
Shahih
2. Al Kuna wa
Al Asma’
3. Al
Munfaridaat wa al wildan
4. Ath
Thabaqaat
5. Rijalu
‘Urwah bin Az Zubair
6. At Tamyiz
Sedangkan hasil
karya beliau yang tidak sampai kepada kita adalah;
1. Al Musnad al
Kabir ‘Ala ar Rijal
2. Al Jami’ al
Kabir
3. Al ‘Ilal
4. Al Afraad
5. Al Aqraan
6. Su`alaat
Muslim
7. Hadits ‘Amru
bin Syu’aib
8. Al Intifaa’
bi`ahabbi as sibaa’
9. Masyayikhu
Malik
10. Masyayikhu
Ats Tsauri
11. Masyayikhu
Syu’bah
12. Man laisa
lahu illa raawin waahid
13. Kitab al
Mukhadldlramin
14. Awladu ash
shahabah
15. Dzikru
awhaami al Muhadditsin
16. Afraadu Asy
Syamiyyin
Wafatnya beliau
Imam Muslim
wafat pada hari Ahad sore, dan dikebumikan di kampung Nasr Abad, salah satu
daerah di luar Naisabur, pada hari Senin, 25 Rajab 261 H bertepatan dengan 5
Mei 875. dalam usia beliau 55 tahun.
( SANAD )
Nama Lengkap
: Umar bin Al Khaththab bin Nufail
Kalangan :
Shahabat
Kuniyah :
Abu Hafsh
Negeri
semasa hidup : Madinah
Wafat : 23
Ulama
|
Komentar
|
Shahabat
|
Nama Lengkap
: "Sa'ad bin 'Ubaid, maula 'Abdur Rahman Azhar"
Kalangan :
Tabi'in kalangan tua
Kuniyah :
Abu 'Ubaid
Negeri
semasa hidup : Madinah
Wafat : 98 H
Ulama
|
Komentar
|
Ibnu
Hibban
|
Disebutkan
dalam ‘ats tsiqaat
|
Muslim
|
Tsiqah
|
Yahya bin
Ma’in
|
Tsiqah
|
Ibnu Hajar
‘Asqalani
|
Tsiqah
|
Nama Lengkap
: Muhammad bin Muslim bin 'Ubaidillah bin 'Abdullah bin Syihab
Kalangan :
Tabi'ut Tabi'in kalangan pertengahan
Kuniyah :
Abu Bakar
Negeri
semasa hidup : Madinah
Wafat : 124
H
Ulama
|
Komentar
|
Ibnu Hajar
al ‘Asqalani
|
Faqih
hafidz mutqin
|
Adz
Dzahabi
|
Seorang
tokoh
|
Nama Lengkap
: Malik bin Anas bin Malik bin Abi 'Amir
Kalangan :
Tabi'ut Tabi'in kalangan tua
Kuniyah :
Abu 'Abdullah
Negeri
semasa hidup : Madinah
Wafat : 179
H
Ulama
|
Komentar
|
Yahya bin
Maa’in
|
Tsiqah
|
Muhammad
bin Sa’d
|
Tsiqah
ma’mun
|
Nama Lengkap
: Yahya bin Yahya bin Bukair bin 'Abdur Rahman
Kalangan :
Tabi'ul Atba' kalangan tua
Kuniyah :
Abu Zakariya
Negeri
semasa hidup : Himsh
Wafat : 226
H
Ulama
|
Komentar
|
An Nasa'i
|
tsiqah
tsabat
|
Ibnu
Hibban
|
disebutkan
dalam 'ats tsiqaat
|
Ahmad bin
Hambal
|
Tsiqah
|
Ibnu Hajar
al 'Asqalani
|
tsiqah
tsabat
|
Adz
Dzahabi
|
tsabat
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar