HADITS TAHLILI
“Mencium Tanpa Shahwat Diperbolehkan Bagi Orang Yang Berpuasa”
Disusun Oleh :
1.
Abdul Muadz (4715132630)
2.
Adam Fikri Fahmi (4715131249)
Jurusan Ilmu Agama Islam
Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Jakarta
2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Pada
zaman sekarang ini kata dari mencium itu hamper dalam setiap kalangan dapat
mengetahui makna dari kata tersebut. Apalagi kalo kita lihat dikalahhangan
remaja/ pemuda saat ini, bagi mereka itu kata mencium itu sudah lumrah dan hal
yang biasa dalam diri mereka untuk melakukan perbutan hal tersebut. Padahal
kalau mereka mengetahui batasan-batasn mencium dalam ilmu fiqh. Maka mereka
tidak akan sembarangan untuk melakukan ciuman yang berlebihan kelain lawan
jenisny. Nah, sekarang kita akan membahas tentang “Mencium Tanpa Shahwat Diperbolehkan Bagi Orang Yang Berpuasa”
Dalam
masalah ini banyak sekali pendapat-pendapat dari para ‘Alimul ‘ulama dalam
menanggapi masalah ini, seperti perkataan-perketaan dari empat mazhab, imam
syafi’I, imam hambali, imam hanafi dan imam maliki. Mereka sepakat bahwa
mencium bagi orang yang berpuasa dengan tanpa shahwat tidak akan membatalkan
puasa tersebut. Akan tetapi, menurut ulama seperti Al-Khathtabi yang dari
riwayat Ibnu Mas’ud dan Sa’id Al-Musayyab, yang mencium pada seorang yang
berpuas menurut mereka maka orang tersebut harus mengqada puasanya.
Dari
pemabahasan diatas merupakan masalah-masalah yang sangat perlu diperhatikan
bagi seorang umat muslim. Karena masalah ini bagi orang awam dan dimasyarakat
kita sudah menganggap masalah seperti ini sebagai masalah yang sepele atau
lumrah. Maka dari itu kami sengaja memilih dan mengangkat tema ini yaitu dengan “Mencium Tanpa Shahwat Diperbolehkan Bagi
Orang Yang Berpuasa”. Supaya akan menjadikan masyarakat luas agar memahami
masalah yang sepele ini tetapi sangat vital untuk se sah-an dari ibadah kita.
BAB
II
PEMBAHASAN
1.
Hadits dan Terjemah
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ
الرَّحْمَنِ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ أَبِي الزِّنَادِ عَنْ عَلِيِّ بْنِ
الْحُسَيْنِ عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُقَبِّلُ وَهُوَ صَائِمٌ
Artinya : “Telah
menceritakan kepada kami Muhammad bin Basysyar telah menceritakan kepada kami
Abdurrahman telah menceritakan kepada kami Sufyan dari Abu Zinad dari Ali bin
Al Husain dari Aisyah radliallahu 'anha, bahwasanya; "Nabi shallallahu
'alaihi wasallam mencium isterinya padahal beliau sedang berpuasa."
2.
Jalur Sanad

3.
Hadits Pembanding dan Terjemah
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ
حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ مُسْهِرٍ عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ عَنْ
الْقَاسِمِ عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُقَبِّلُنِي وَهُوَ صَائِمٌ وَأَيُّكُمْ
يَمْلِكُ إِرْبَهُ كَمَا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَمْلِكُ إِرْبَهُ
Artinya : “Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abu Syaibah telah
menceritakan kepada kami Ali bin Mushir dari Ubaidullah bin Umar dari Al Qasim
dari Aisyah radliallahu 'anha, ia berkata; "Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam menciumku saat beliau sedang berpuasa. Maka adakah diantara kalian
yang mampu mengendalikan nafsunya sebagaimana Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam mampu mengendalikannya."
BAB III
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Dari Hadits tersebut
dan penguatan hadits tersebut dapatlah disimpulkan bahwa ketika Nabi mencium
istrinya disaat sedang berpuasa, bukanlah dilihat dari secara dzohirnya semata,
melainkan banyak melalui pertimbangan-pertimbangan dan penjelasan-penjelasan
tentang masalah ini. Seperti, perkataan ‘Aisyah ra. Dan pendapat para Ulama
dalam menentukan hukum ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar