Minggu, 14 Juni 2015

Makruhnya Mengerjakan Shalat pada Saat Makanan telah dihidangkan serta Menahan Kencing dan BAB



Makalah Hadits Tahlili
”Makruhnya Mengerjakan Shalat pada Saat Makanan telah dihidangkan serta Menahan Kencing dan BAB”



 













Disusun oleh :
Raisul Wadhifuddin :4715137100
Rochmat Wahyu S. :4715131240

Jurusan Ilmu Agama Islam
Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Jakarta
2015



KATA PENGANTAR

            Puji dan syukur penulis ucapkan  kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Makruhnya Mengerjakan Shalat pada Saat Makanan telah dihidangkan serta Menahan Kencing dan BAB
            Dalam pembuatan makalah ini mulai dari perancangan, pencarian bahan, sampai penulisan, penulis mendapat bantuan, saran, petunjuk, dan bimbingan dari banyak pihak baik secara langsung  maupun tidak langsung. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih  dan kepada teman-teman yang ikut berpartisipasi dalam menyelesaikan makalah ini.
            Penulis menyadari bahwa makalah ini memiliki banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk perbaikan di masa yang akan datang, dan penulis juga berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

                                                Jakarta, 28 Mei 2015



             Penulis









BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Shalat lima waktu adalah shalat yang wajib dilaksanakan oleh tiap kaum muslimin. Tatkala ia sedang sehat ataupun sakit, di dalam agama islam semua tata cara peribadatan telah diatur dengan sedemikian rupa, termasuk shalat fardhu lima waktu. Salah satu aturan yang “mungkin” sering diabaikan oleh kaum muslimin ialah “makruh” mengerjakan shalat ketika makanan telah dihidangkan dan dan menahan kencing serta buang air besar. Karena Allah berfirman didalam Qur’an
وَاسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلاةِ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلا عَلَى الْخَاشِعِينَ
Artinya: “Dan mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan (mengerjakan) sholat. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk,” (QS.al Baqarah(2):45)
Disini peneliti ingin mengutarakan beberapa penjelasan/ “Syarah” terkait hadits shahih muslim “Makruhnya Mengerjakan Shalat pada Saat Makanan telah dihidangkan serta Menahan Kencing dan BAB” walaupun shalat fardu adalah hal yang penting dikerjakan di awal waktu, namun itu semua “kurang” sempurna jika dikerjakan pada saat lapardan tergesah-gesah karena ingin mengeluarkan hajat. Karena pada intinya Rasulullah SAW mengajarkan untuk makan terlebih dahulu agar kekhusyu’kan shalat tidak terganggu dengan haditsnya makanan.

Maka dari itu tema yang dipilih pada diskusi kali ini yaitu karena ingin mengajak para pembaca untuk lebih memahami Al-Qur’an dan Hadits dalam melaksanakan berbagai macam peribadatan khusunya dalammelaksanakan shalat.





BAB II
PEMBAHASAN



1.      Makruh Mengerjakan Sholat ketika Makanan telah Dihidangkan dan Menahan Kencing dan BAB.

Hadits Imam Muslim No.869

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبَّادٍ حَدَّثَنَا حَاتِمٌ هُوَ ابْنُ إِسْمَعِيلَ عَنْ يَعْقُوبَ بْنِ مُجَاهِدٍ عَنْ ابْنِ أَبِي عَتِيقٍ قَالَ تَحَدَّثْتُ أَنَا وَالْقَاسِمُ عِنْدَ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا حَدِيثًا وَكَانَ الْقَاسِمُ رَجُلًا لَحَّانَةً وَكَانَ لِأُمِّ وَلَدٍ فَقَالَتْ لَهُ عَائِشَةُ مَا لَكَ لَا تَحَدَّثُ كَمَا يَتَحَدَّثُ ابْنُ أَخِي هَذَا أَمَا إِنِّي قَدْ عَلِمْتُ مِنْ أَيْنَ أُتِيتَ هَذَا أَدَّبَتْهُ أُمُّهُ وَأَنْتَ أَدَّبَتْكَ أُمُّكَ قَالَ فَغَضِبَ الْقَاسِمُ وَأَضَبَّ عَلَيْهَا فَلَمَّا رَأَى مَائِدَةَ عَائِشَةَ قَدْ أُتِيَ بِهَا قَامَ قَالَتْ أَيْنَ قَالَ أُصَلِّي قَالَتْ اجْلِسْ قَالَ إِنِّي أُصَلِّي قَالَتْ اجْلِسْ غُدَرُ إِنِّي

سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَا صَلَاةَ بِحَضْرَةِ الطَّعَامِ وَلَا هُوَ يُدَافِعُهُ الْأَخْبَثَانِ
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ أَيُّوبَ وَقُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ وَابْنُ حُجْرٍ قَالُوا حَدَّثَنَا إِسْمَعِيلُ وَهُوَ ابْنُ جَعْفَرٍ أَخْبَرَنِي أَبُو حَزْرَةَ الْقَاصُّ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي عَتِيقٍ عَنْ عَائِشَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمِثْلِهِ وَلَمْ يَذْكُرْ فِي الْحَدِيثِ قِصَّةَ الْقَاسِمِ

Terjemahan: Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin 'Abbad telah menceritakan kepada kami Hatim, dia adalah Ibnu Ismail dari Ya'qub bin Mujahid dari Ibnu Abi 'Atiq dia berkata, "(Pada suatu ketika) aku bercakap-cakap dengan al-Qasim di sisi Aisyah Radhiyallahu'anhu. Al-Qasim adalah seorang laki-laki yang gagu (kurang tersusun tutur katanya), dan ia anak satu-satunya bagi ibunya. Aisyah bertanya kepadanya, 'Mengapa kamu tidak dapat bicara seperti keponakanku ini? ' Aku tahu sebabnya dari permasalahan apa. Keponakanku ini dididik oleh ibunya, sedangkan kamu dididik oleh ibumu.' Dia berkata, "Maka al-Qasim marah dan jengkel kepada Aisyah. Tatkala dia melihat meja Aisyah yang telah dihidangkan makanan, maka dia pergi. Maka Aisyah bertanya, 'Hendak ke mana kamu? ' Jawab al-Qasim, 'Aku hendak pergi shalat.' Kata Aisyah, 'Duduklah dahulu! ' Jawab al-Qasim, 'Aku hendak pergi shalat'. Kata Aisyah, 'Duduklah dahulu! Aku mendengar Rasulullah shallallahu'alaihiwasallam, bersabda, 'Tidak sempurna shalat seseorang apabila makanan yang telah dihidangkan, atau apabila dia menahan buang air besar atau kecil'." Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Ayyub dan Qutaibah bin Sa'id serta Ibnu Hujr mereka berkata, telah menceritakan kepada kami Ismail, dan dia adalah Ibnu Ja'far telah mengabarkan kepadaku Abu Hazrah al-Qash dari Abdullah bin Abi 'Atiq dari Aisyah radhiyallahu'anhu dari Nabi Shallallahu'alaihiwasallam dengan hadits semisalnya, dan dia tidak menyebutkan kisah al-Qasim dalam hadits tersebut."
2.      Sanad
Jalur 1 : Aisyah binti Abi Bakar Ash Shiddiq >> Abdullah bin Muhammad Abi 'Atik bin 'Abdur Rahman bin Abi Bakar >> Ya'qub bin Mujahid >> Hatim bin Isma'il bin Ubay >> Muhammad bin 'Abbad Bin Az Zibriqan
Jalur 2 :  : Aisyah binti Abi Bakar Ash Shiddiq >> Abdullah bin Muhammad Abi 'Atik bin 'Abdur Rahman bin Abi Bakar >> Ya'qub bin Mujahid >> Isma'il bin Ja'far bin Abi Katsir >> Yahya bin Ayyub
Jalur 3 : Aisyah binti Abi Bakar Ash Shiddiq >> Abdullah bin Muhammad Abi 'Atik bin 'Abdur Rahman bin Abi Bakar >> Ya'qub bin Mujahid >> Isma'il bin Ja'far bin Abi Katsir >> Qutaibah bin Sa'id bin Jamil bin Tharif bin 'Abdullah
Jalur 4 : Aisyah binti Abi Bakar Ash Shiddiq >> Abdullah bin Muhammad Abi 'Atik bin 'Abdur Rahman bin Abi Bakar >> Ya'qub bin Mujahid >> Isma'il bin Ja'far bin Abi Katsir >> Ali bin Hajar bin Iyas.
3.      Hadits Pembanding
Hadits Riwayat Abu Daud : 82
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ حَنْبَلٍ وَمُسَدَّدٌ وَمُحَمَّدُ بْنُ عِيسَى الْمَعْنَى قَالُوا حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ عَنْ أَبِي حَزْرَة حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُحَمَّدٍ قَالَ ابْنُ عِيسَى فِي حَدِيثِهِ ابْنُ أَبِي بَكْرٍ ثُمَّ اتَّفَقُوا أَخُو الْقَاسِمِ بْنِ مُحَمَّدٍ قَالَ
كُنَّا عِنْدَ عَائِشَةَ فَجِيءَ بِطَعَامِهَا فَقَامَ الْقَاسِمُ يُصَلِّي فَقَالَتْ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَا يُصَلَّى بِحَضْرَةِ الطَّعَامِ وَلَا وَهُوَ يُدَافِعُهُ الْأَخْبَثَانِ
Terjemahan : Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Muhammad bin Hanbal dan Musaddad dan Muhammad bin Isa dengan makna yang sama, mereka berkata; Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Sa'id dari Abu Hajrah, telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Muhammad, Ibnu Isa berkata; Di dalam haditsnya terdapat Ibnu Abi Bakr, mereka (ketiganya) bersepakat seraya mengatakan bahwa dia (Abdullah bin Muhammad) adalah saudara Al Qasim bin Muhammad. Dia berkata; Kami pernah bersama Aisyah, lalu didatangkanlah makanannya, kemudian Al Qasim bangkit untuk shalat, maka Aisyah berkata; Saya pernah mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Janganlah seseorang shalat ketika makanan telah dihidangkan dan jangan pula ketika menahan buang air besar dan kencing."
4.      Penjelasan Hadits
A.    Keutamaan Shalat
Mengenai keutamaan dan keistimewaan shalat dapat kita perhatikan dari berbagai ayat al-Qur’an dan Sunnah Rasul dan dapat pula ditinjau dari berbagai hal, diantaranya : Shalat lima waktu diwajibkan secara langsung pada malam Isra Mi’raj. Sebagaimana telah kita ketahui perintah shalat lima waktu langsung diterima oleh Nabi SAW pada waktu beliau di Isra’kan dan di-Mi’rajkan oleh Allah SWT. Yaitu diperjalankannya beliau oleh-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa, dan dari Masjidil Aqsa ke Sidratil Muntaha, suatu tempat yang ghaib yang tidak mungkin dapat dijangkau oleh panca indera. Dalam peristiwa sangat penting itulah beliau menerima kewajiban shalat lima waktu.
1.)    Shalat sebagai tiang agama.
Dalam suatu hadits yang diriwayatkan oleh Baihaqi dari Umar ra disebutkan bahwa shalat adalah merupakan tiang agama. Lengkapnya hadits ini sebagai berikut : “Shalat itu adalah tiang agama, siapa yang menegakkannya berarti telah menegakkan agama dan siapa yang meninggalkannya berarti merobohkan agama”. Dalam hadits lain disebutkan bahwa shalat adalah merupakan tonggak agama Islam, demikian hadits yang diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dari Bilal bin Yahya.
2.)    Shalat adalah kewajiban yang pertama kali difardhukan sebelum ibadat-ibadat badaniah yang lain.
3.)    Shalat adalah akhir wasiat Nabi.
Diriwayatkan oleh Ahmad dalam Risalah ash-Shalah diterangkan bahwa nabi Muhammad SAW mewasiatkan kepada umatnya mengerjakan shalat dengan baik menjelang beliau wafat. “Ingatlah akan Allah, ingatlah akan Allah, terhadap shalat, dan terhadap hamba sahaya yang kau miliki”. Keistimewaan shalat sebagaimana yang telah disebutkan dalam salah satu akhir dari wasiat Nabi SAW, adalah sebagai berikut : “Diantara akhir wasiat Nabi ialah : Kerjakanlah shalat, lestarikanlah shalat, dan berbuat baiklah kepada hamba sahayamu”. (H.R. Ahmad). Sayyidina Ali berkata : “Akhir perkataan Nabi SAW adalah :Peliharalah shalat dan bertaqwalah kepada Allah terhadap hamba sahayamu”. (H.R. Ahmad).
4.)    Shalat merupakan amal ibadah yang pertama kali dihisab pada hari kiamat.
Mengenai hal ini disebutkan sabda Nabi : “Pertama kali dihisab dari seorang manusia dihari kiamat adalah shalatnya, jika diterima maka diterimalah amal-amal yang lain. Jika ditolak maka ditolaklah amal-amal yang lain”. (H.R. Thabrani). Dalam sabdanya yang lain disebutkan : “Yang mula-mula dicabut dari manusia ialah amanah dan yang akhir tinggal dari agama mereka adalah shalat. Betapa banyak mereka yang shalat, mereka tidak memperoleh apa-apa dari shalatnya”. (H.R. Hakim).
5.)    Shalat merupakan syiar Islam dan merupakan dialog antara hamba dengan Tuhannya.
Dalam shalat seorang hamba melakukan dialog dengan Allah SWT misalnya dalam bacaan do’a iftitah, dalam al-Fatihah, dalam tasbih, dalam takbir dan sebagainya. Dalam hadits disebutkan : “Hamba Allah yang terdekat dengan Tuhannya ialah pada saat ia bersujud maka perbanyaklah do’a dalam sujud itu”. (H.R. Muslim). Mengenai shalat sebagai syiar agama atau syiar Islam dapat kita ketahui dari kegiatan shalat tersebut, dimana dijumpai banyak orang yang melakukan shalat jama’ah di masjid-masjid maka akan nampaklah syiar Islam. Hal ini adalah merupakan peran penting di bidang da’wah. Shalat juga menjalin hubungan sesama manusia, dalam shalat berjama’ah manusia satu sama lain saling mengadakan hubungan sosial dan sebagainya, dan dalam shalat juga seorang manusia muslim mendo’akan manusia muslim lain. Seperti disebutkan dalam bacaan tasyahud “assalamu’alaina wa’ala ibadilla hissolihin”, kesejahteraan dan keselamatan atas kami dan atas hamba-hamba Allah yang shaleh.

B.     Manfaat Shalat 5 Waktu
Shalat merupakan salah satu Rukun Islam dlm ajaran Islam dan setiap muslim diseluruh dunia diwajibkan untuk menunaikan atau mengerjakan Shalat karena Shalat merupakan kewajiban, Adapun Shalat sendiri terdiri 5 Waktu Shalat Wajib yg antara lain Shalat Maghrib, Shalat Isya, Shalat Subuh, Shalat Dhuhur dan Shalat Asyar. Ke 5 ( Lima ) Shalat Wajib tersebut mempunyai beberapa manfaat dan keutamaan bagi para muslim seperti yg telah di janjikan oleh Alloh Swt.
Shalat 5 Waktu merupakan ibadah yg Alloh Ta’ala syariatkan kpd Nabi Muhammad saw secara langsung tanpa adanya perantara malaikat, berbeda halnya dg kewajiiban lainnya yg diwajibkan melalui perantara Malaikat sehingga kita bisa mengambil kesimpulan sendiri bahwa memang Shalat merupakan hal yg sangat penting sampai2 Alloh menyampaikan sendirii kpd Nabi Muhammad Saw.
Adapun Manfaat Shalat Fardhu secara umum mempunyai keutamaan untuk menghapus semua dosa dan kesalahan yg telah kita perbuat, seperti Sabda Nabi Muhammad Saw yg berbunyi : ” Tidaklah seorang muslim didatangi Shalat Fardhu lalu dia membaguskan wudlu-nya dan khusyu dlm shalat-nya, melainkan itu menjadii penebus dosa – dosa terdahulu, selama diaa tidak melakukan dosa besar dan itu berlaku pd sepanjang zaman”..

1.) Manfaat dan Keutamaan Shalat Maghrib
Shalat Maghrib itu adlh saat di mana taubat Nabi Adam As diterima dan Seorang Mukmin jika mengerjakan suatu Shalat Maghrib yg dilakukan dg benar – benar ikhlas maka memintalah sesuatu  daripada Alloh, Maka Allah akan memperkenankan atau mengambulkan-nya.
2.) Manfaat dan Keutamaan Shalat Isya
Sesuai dg Sabda Nabi Muhammad Saw yg berbunyi : ” Shalat Isya (Atamah) katakan kubur itu adalah sangat gelap dan begitu jg pd harii kiamat, maka seorang mukmiin yg berjalan dlm malam yg gelap untuk pergi menunaikan shalat Isya berjamaah, maka Alloh Swt haramkan dirinya daripada terkena nyala apii neraka dan diberikann kepadanya cahaya untuk menyeberangii Titian Sirath “…

Adapun Sabda Nabi Muhammad Saw tentang manfaat shalat subuh yang berbunyi : ” Shalat Subuh pula, jikaa seseorang mukmin yg mengerjakan shalat subuh selama 40 hari secara berjamaah, diberikan kepadanya oleh Alloh swt 3 kebebasan yaitu Dibebaskan daripada api neraka dan dibebaskan dari nifaq.”
4.) Manfaat dan Keutamaan Shalat Zhuhur
Saat Menyalanya Neraka Jahannam, maka tidak seorang mukmin yg melakukan Shalat itu melainkan diharamkan atasnya uap neraka jahannam itu pada hari kiamat.
5.) Manfaat dan Keutamaan Shalat Ashar
Sabda Nabi Muhammad Saw lagi yg berbunyi :” Manakala Shalat Ashar adalah saat dimana Nabi Adam A.s memakan buah khuldi, Orang-orang mukmin yg mengerjakan Shalat Ashar akan diampunkan dosanya seperti bayi yang baru lahir”.
Nabi Muhammad Saw bersabda lagi : ” tidak akan masuk neraka seseorang yg shalat sebelum terbit mataharii dan sebelum terbenamnya mataharii”. Kemudian Alloh Berfirman yg berbunyii : ” Menjaga Shalat Subuh dan Ashar merupakan sebab terbesar masuk surga dan selamat dari neraka”.
C.    Tingkatan ke Khusyukan dalam Sholat
Manusia dalam melaksanakan shalat dikelompokkan menjadi lima tingkatan:
Pertama : tingkatan orang-orang yang zhalim terhadap dirinya, yaitu orang-orang yang tidak menyempurnakan wudhu’nya, waktunya, batasan-batasannya dan rukun-rukunnya.
Kedua : orang yang menjaga waktu shalatnya, batasan-batasannya, rukun-rukunnya dan wudhu’nya, tetapi dia tidak berusaha melepaskan dirinya dari godaan, sehingga dia hanyut dalam godaan dan berbagai macam fikiran yang timbul.
Ketiga : orang yang menjaga batasan-batasan shalat, rukun-rukunnya dan berusaha untuk melawan godaan dan pemikiran yang muncul, akhirnya dia larut dalam usaha melawan syetan supaya tidak mencuri shalatnya, maka berarti dia berada dalam shalat dan jihad.
Keempat : orang yang melaksanakan shalat dengan menyempurnakan hak-haknya, rukun dan batasan-batasannya, hatinya larut menjaga batasan-batasan dan hak-hak shalat tersebut sehingga tidak ada yang luput, semua perhatiannya tercurah untuk mendirikan dan menyempurnakan shalat sebagaimana mestinya , berarti hatinya larut dalam shalat dan beribadah kepada Allah tabaaraka wata’ala.
Kelima : orang yang melaksanakan shalat seperti tingkatan ke empat tadi, ditambah lagi dia meletakkan hatinya sepenuhnya di hadapan Allah ‘azza wajalla, dia melihat kepada Allah dengan hatinya dan mengawasi-Nya, hatinya dipenuhi dengan rasa cinta dan pengagungan kepada Allah, seolah-olah dia melihat dan menyaksikan-Nya. Godaan-godaan sudah hilang darinya, sudah tidak ada lagi godaan yang jadi penghalang antara dia dengan Tuhannya. Orang yang seperti ini dibanding dengan yang lainnya jelas lebih utama sebagaimana perbedaan antara langit dan bumi, karena dia dalam shalatnya sibuk dengan Tuhannya ‘azza wajalla, dia tentram bersama-Nya.
Orang-orang di tingkat pertama akan mendapat ‘iqab, yang kedua akan dihisab, yang ketiga (shalatnya) jadi penghapus dosa-dosanya, yang ke empat mendapatkan balasan dan yang kelima menjadi orang yang akan di dekatkan kepada Allah, karena dia menjadikan ketentraman bersama Allah dalam shalatnya. Siapa saja yang tentram hatinya dengan shalat di dunia ini, maka dia akan tentram juga di akhirat karena dekat dengan Allah. Orang yang tentram hatinya bersama Allah di dunia, maka hati-hati yang lainpun akan merasa tentram karenanya, sedangkan orang yang tidak tentram hatinya bersama Allah maka jiwanya akan terpecah belah mengikuti dunia dengan penuh kerugian.
D.    Syarah
(Apabila hidangan malam telah tersedia,sementara waktu shalat telat dikumandangkan,maka santaplah makanan kalian terlebih dahulu!) Kalimat hadits dia atas dalam riwayat jalur yang lain disebutkan dengan menggunakan redaksi,(Apabila makan malam telah tersedia dan waktu shalat telah tiba, maka mulailah makan terlebih dahulu sebelum meunaikan ibadah shalat Magrib. Dan janganlah kalian tergesa-gesa ketika menyantap hidangan makan malam kalian!)
Di dalam riwayat yang lain disebutkan dengan menggunakan redaksi,(Jika makan malam salah seorang dari kalian telat dihidangkan dan waktu shalat telah dikumandangkan, maka mulailah dengan menyantap tersebut terlebih dahulu! Dan janganlah sekali-kali kalian tergesa-gesa sampai benar-benar usai menyantapnya).
Di dalam riwayat lain disebutkan juga dengan redaksi,(Tidak ada shalat yang didirikan sebelum menyantap makanan [yang sudah tersedia]! Dan hendaklah seseorang juga tidak menahan hajat buang air kecil atau buang hajat besar).
Di dalam beberapa redaksi hadits diatas dapat disimpulkan keterangan tentang hukum makruh mengerjakan shalat sebelum menyantap hidangan yang akan disantap. Karena hal itu bisa hati seseorang menjadi tidak kosentrasi dan menghilangkan kekhusyu’kan ketika shalat. Dalam hadits tersebut diatas juga disebutkan tentang hukum makruh menahan buang air kecil maupun hajat besar. Sebab dengan menahan kedua hajat manusia tersebut,bisa mengakibatkan seseorang tidak konsentrasi danmengurai kekhusyu’an ketika shalat. Hukum makruh tersebut telah dikemukakan oleh mayoritas rekan kami dan para ulama yang lain.
Dan hukum makruh ini berlaku ketika waktu shalat masih tersedia cukup lapang.
Berbeda bila waktu shalat yang tersedia sudah sangat sempit, sehingga kalau ia memilih untuk makan terlebih dahulu, maka waktu shalatnya akan habis. Maka dalam kasus semacam ini, ia tidak boleh mengakhirkan shalatnya. Hal ini juga tidak sama dengan pendapat yang dikemukakan oleh Abu Sa’ad Al Mutawalli yang menyebutkan sebuah pendapat dari beberapa orang kami. Menurut mereka, hendaklah seseorang menyantap makanan yang telah tersedia dengan cara mengambil air wudhu terlebih dahulu walaupun waktu shalat akhirnya sampai abis. Sebab tujuan utama shalat adalah dilakukan secara khusyu’.
Jika seseorang tetap mengerjakan shalat sebelum menyantap makanan yang telah tersedia, padahal waktu shalat masih tersedia sangat lapang, maka ia dianggap telah melakukan perbuatan makruh dan dan shalatnya tetap dianggap sah menurut pendapat kami dan pendapat mayoritas ulama. Namun dalam hal ini ia disunahkan untuk mengulang ibadah shalatnya sekali lagi. Sedangkan Al Qadhi Iyadh telah menukil keterangan dari madzhab zhahirriyah yang mengatakan bahwa shalat orang tersebut menjadi batal.
Adapun keterangan yang terkandung dalam riwayat hadits yang disebutkan berikutnya mengandung dalil tentang terbentangnya waktu shalat Magrib yang cukup luas. Namun para ulama masih memperselisihkan permasalahan ini. Kami akan membahas permasalahan ini secara panjang lebar di dalam pembahasan waktu-waktu shalat, Insya Allahu Ta’aala.
(Dan janganlah sekali-kali tergesa-gesa sampai benar-benar usai menyantapnya). Redaksi hadits ini menjadi dalil bahwa, hendaklah seseorang memenuhi hajat fisiologisnya secara proporsional dan tidak tergesa-gesa. Cara hidup inilah yang benar menurut ajaran islam. Adapun takwilan yang disebutkan oleh sebagian rekan kami yang menganjurkan hendaklah seseorang menyantap makanan tersebut hanya sesuap saja sebagai usaha untuk menghilangkan lapar yang ia rasakan, maka bukanlah sebuah takwilan yang benar. Redaksi hadits diatas dengan tegas telah membatalkan takwilan mereka tersebut.
Yang dimaksud dengan Sufyan disini adalah perawi yang berkebangsaan Basrah. Dia merupakan seseorang perawi tsiqah dan cukup terkenal. Ad-Daruquthni berkata, “Dia seorang perawi tsiqah dapat dipercaya.”  Abu Ali Al Ghassani berkata, “Dia adalah seorang perawi yang tsiqah.” Dan, para ulama ahli hadits menyangkal pendapat sebagian oarang yang menyangka bahwa ia adalah perawi majhuul (tidak diketahui identitasnya dengan jelas).
Adapun Ibnu Atiq,ia adalah Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Abu Bakar Ash-Shiddiq.
(Sementara Al Qasim adalah seorang yang sering kali melakukan kesalahan dalam hal tata bahasa Arab) kata lahhaanah maksudnya adalah oarang yang sering kali melakukan kesalahan di dalam hal berbicara.
Al Qadhi berkata, “Sebagian perawi ada ada yang meriwayatkan lafazh itu dengan menggunakan redaksi luhnah. Maka kata luhnah sendiri tidak jauh berbeda dengan makna kata lahhaanah.”
Sedangkan yang dimaksud dengan Al Qasim dalam rangkaian matan hadits diatas adalah Al Qasim bin Muhammad Abu Bakar Ash-Shiddiq.
(Maka Al Qasim marah, dan ia pun merasa dendam kepada Aisyah atas perkataan tersebut) lafazh adhabba makananya adalah merasa dendam dan marah.
(Duduklah, wahai orang yang tiak menepati janji!) maksdu kata ghudar dalam matan hadits dia atas adalah yaa ghudaru.
Para ulama ahli bahasa mengatakan, bahwa maka kata ghudar adalah tidak menepati janji. Sedangkan oarang yang suka tidak menepati janji disebut dengan istilah ghaadir atau ghudar. Kata ini sering kali dipergunakan untuk memanggil seseorang dengan maksud melontarkan cacian.
Sedangkan jika Aisyah melontarkan kata ghudar dalam redaksi hadist diatas, tidak lain karena Al Qasim pada dasarnya diperintahkan untuk menghormati Aisyah. Sebab beliau adalah Ummul Mu’miniin yang sekaligus bibinya sendiri dan juga memiliki usia lebih tua. Maka dalam hal ini Aisyah sangat pantas untuk menasehati untuk mendidiknya denganh baik. Oleh karena itu, sebenarnya Al Qasim tetap harus memuliakan Aisyah dan tidak marah kepadanya.
Namun Abu Hazrah yang sebenarnya adalah Ya’qubbin Mujahid. Dia tidak lain adalah Ya’qub bin Mujahid yang disebutkan dalam rangkaian sanad haits yang pertama. Ada yang mengatakan ia memiliki dua nama kuniyah: Abu Yusuf dan Abu Hazrah. Namun akhirnya ia mendapatkan julukan dengan istilah Abu Hazrah. Wallahu a’lam.




















                                   BAB III
PENUTUP
1.      Kesimpulan
Di dalam beberapa redaksi hadits diatas dapat disimpulkan keterangan tentang hukum makruh mengerjakan shalat sebelum menyantap hidangan yang akan disantap. Karena hal itu bisa hati seseorang menjadi tidak kosentrasi dan menghilangkan kekhusyu’kan ketika shalat. Dalam hadits tersebut diatas juga disebutkan tentang hukum makruh menahan buang air kecil maupun hajat besar. Sebab dengan menahan kedua hajat manusia tersebut,bisa mengakibatkan seseorang tidak konsentrasi danmengurai kekhusyu’an ketika shalat. Hukum makruh tersebut telah dikemukakan oleh mayoritas rekan kami dan para ulama yang lain.
Dan hukum makruh ini berlaku ketika waktu shalat masih tersedia cukup lapang.
Berbeda bila waktu shalat yang tersedia sudah sangat sempit, sehingga kalau ia memilih untuk makan terlebih dahulu, maka waktu shalatnya akan habis. Maka dalam kasus semacam ini, ia tidak boleh mengakhirkan shalatnya.
Lalu hadits ini bersifat Shahih Ahad Masyhur  karena para perawinya berjumlah kurang  dari 10 namun hadits ini bersifat masyhur karena hadits ini terkenal dikalangan masyarakat setempat lalu hadits ini bisa dikatakan Shahih karena perwai nya saling bersambung satu sama lain serta para perawi tersebut memiliki sifat-sifat yang baik. Lalu hadits ini bersifat mauquf karena bersandar kepada Shahabat (Aisyah).












DAFTAR PUSTAKA
Lidwa.net
Google.com
Kitab Shahih Bukhari Muslim Jilid 5






























Lampiran

Biografi para perawi
Nama Lengkap : Aisyah binti Abi Bakar Ash Shiddiq
Kalangan : Shahabat
Kuniyah : Ummu 'Abdullah
Negeri semasa hidup : Madinah
Wafat : 58 H
 




ULAMA
KOMENTAR

Shahabat




Nama Lengkap : Abdullah bin Muhammad
Abi 'Atik bin 'Abdur Rahman bin Abi Bakar
Kalangan : Tabi'in kalangan pertengahan
Kuniyah :
Negeri semasa hidup : Madinah
Wafat :
ULAMA
KOMENTAR
Al 'Ajli
Tsiqah
Ibnu Hibban
Tsiqah
Adz Dzahabi
Tsiqah


















Nama Lengkap : Ya'qub bin Mujahid
Kalangan : Tabi'in (tdk jumpa Shahabat)
Kuniyah : Abu Hazrah
Negeri semasa hidup : Madinah
Wafat : 150 H
 
 


ULAMA
KOMENTAR
Abu Zur'ah
la ba`sa bih
An Nasa'i
Tsiqah
Ibnu Hibban
disebutkan dalam 'ats tsiqaat
Ibnu Hajar al 'Asqalani
Shaduuq
Adz Dzahabi
Tsiqah



ULAMA
KOMENTAR
An Nasa'i
Laisa bihi ba's
Al 'Ajli
Tsiqah
Adz Dzahabi
Tsiqah
Nama Lengkap : Hatim bin Isma'il bin Ubay
Kalangan : Tabi'ut Tabi'in kalangan
pertengahan
Kuniyah : Abu Isma'il
Negeri semasa hidup : Madinah
Wafat : 187 H
 
























ULAMA
KOMENTAR

Yahya bin Ma'in
la ba`sa bih

Ibnu Hibban
disebutkan dalam 'ats tsiqaat

Ibnu Hajar al 'Asqalani
Shaduuq

Nama Lengkap : Isma'il bin Ja'far bin Abi Katsir
Kalangan : Tabi'ut Tabi'in kalangan pertengahan
Kuniyah : Abu Ishaq
Negeri semasa hidup : Madinah
Wafat : 180 H
 
Nama Lengkap : Muhammad bin 'Abbad bin Az Zibriqan
Kalangan : Tabi'ul Atba' kalangan tua
Kuniyah : Abu 'Abdullah
Negeri semasa hidup : Baghdad
Wafat : 234 H
 














ULAMA
Ahmad bin Hambal
KOMENTAR
Tsiqah
Abbas Ad Dauri
"Tsiqah, lebih tsabit dari   bnu Abi Hazim, Ad Darawardi, dan      Abu Dlamrah"
Muhammad bin Sa'd
Tsiqah
Abdurrahman bin Yusuf
Shaduuq
Ibnul Madini
Tsiqah
Ibnu Abi Khaitsamah
"Tsiqah ma`mun, qolilul khata`, dan shaduq"
Al Khalili
Tsiqah syarikan malikan fi aktsari syuyuhihi
Al Hakim
Tsiqah syarikan malikan fi aktsari syuyuhihi
Ibnu Hibban
disebutkan dalam 'ats       tsiqaat
An Nasa'i
Tsiqah
Yahya bin Ma'in
Tsiqah
Nama Lengkap : Yahya bin Ayyub
Kalangan : Tabi'ul Atba' kalangan tua
Kuniyah : Abu Zakariya'
Negeri semasa hidup : Baghdad
Wafat : 234 H
 



ULAMA
KOMENTAR
Ibnul Madini
Shaduuq
Abu Hatim
Shaduuq
Ibnu Hibban
disebutkan dalam 'ats tsiqaat
Ibnu Qani'
tsiqah ma`mun
Ibnu Hajar al 'Asqalani
Tsiqah
Adz Dzahabi
Tsiqah
Nama Lengkap : Qutaibah bin Sa'id bin Jamil bin Tharif bin 'Abdullah
Kalangan : Tabi'ul Atba' kalangan tua
Kuniyah : Abu Raja'
Negeri semasa hidup : Himsh
Wafat : 240 H
 



ULAMA
KOMENTAR
Abu Hatim
Tsiqah
An Nasa'i
Tsiqah
Yahya bin Ma'in
Tsiqah
Ibnu Hajar al 'Asqalani
Tsiqah Tsabat










Nama Lengkap : Ali bin Hajar bin Iyas
Kalangan : Tabi'ut Tabi'in kalangan biasa
Kuniyah : Abu Al Hasan
Negeri semasa hidup : Baghdad
Wafat : 244 H
 
 


ULAMA
KOMENTAR
An Nasa'i
tsiqah ma'mun hafid
Ibnu Hajar
tsiqah hafid
Adz Dzahabi
Hafizh
Al Hakim
syaikh


Tidak ada komentar:

Posting Komentar