MAKALAH
HADITS TAHLILI
Disusun
oleh :
M.
Zulfikar Fachrizal
Andi
Ahmad Burhani
Fakultas
Ilmu Sosial
Jurusan
Ilmu Agama Islam
Universitas
Negeri Jakarta
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Hadits, oleh umat islam diyakini sebagai
sumber pokok ajaran islam sesudah Al-Qur’an. Dalam tataran aplikasinya, hadits
dapat dijadikan hujjah keagamaan dalam kehidupan dan menempati posisi yang
sangat penting dalam kajian keislaman. Secara struktural hadits merupakan
sumber ajaran islam setelah Al-Qur’an yang bersifat global. Artinya, jika kita
tidak menemukan penjelasan tentang berbagai problematika kehidupan di dalam
Al-Qur’an, maka kita harus dan wajib merujuk pada hadits. Oleh karena itu,
hadits merupakan hal terpenting dan memiliki kewenangan dalam menetapkan suatu
hukum yang tidak termaktub dalam Al-Qur’an.
Al – Qur’an dan hadits merupakan dua
sumber hukum pokok syariat Islam yang tetap, dan orang Islam tidak akan
mungkin, bisa memahami syariat Islam secara mendalam dan lengkap tanpa kembali
kepada kedua sumber Islam tersebut. Seorang mujtahid dan seorang ulama pun
tidak diperbolehkan hanya mencukupkan diri dengan mengambil salah satu
keduanya.
Salah satu diantara prinsip yang
diajarkan dan ditekankan dalam islam adalah menjaga persaudaraan sesama muslim.
Karena itu, Allah memotivasi agar kaum muslimin berupaya menjadikan muslim yang
lain sebagaimana layaknya saudara.
Islam tidak melarang umatnya untuk
membenci muslim yang lain secara mutlak. Karena setiap muslim yang merasa telah
didzalimi orang lain, dia pasti akan membencinya. Dan tidak bisa serta merta
memaafkannya. Untuk itu, islam memberikan batas toleransi selama 3 hari.
Toleransi bagi gejolak emosi yang itu menjadi tabiat manusia.
BAB
II
A. PEMBAHASAN
Sumber : Muslim
Kitab : Berbuat baik, menyambut silaturahmi dan adab
Bab : Haramnya mendiamkan orang lain lebih dari tiga hari
No. Hadist : 4644
Kitab : Berbuat baik, menyambut silaturahmi dan adab
Bab : Haramnya mendiamkan orang lain lebih dari tiga hari
No. Hadist : 4644
حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ رَافِعٍ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ أَبِي فُدَيْكٍ أَخْبَرَنَا
الضَّحَّاكُ وَهُوَ ابْنُ عُثْمَانَ عَنْ نَافِعٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَحِلُّ
لِلْمُؤْمِنِ أَنْ يَهْجُرَ أَخَاهُ فَوْقَ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ
Telah
menceritakan kepada kami Muhammad bin Rafi'; Telah menceritakan kepada
kami Muhammad bin Abu Fudaik; Telah
mengabarkan kepada kami Adh Dhahak yaitu Ibnu 'Utsman dari Nafi' dari 'Abdullah
bin 'Umar bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tidak
halal bagi seorang mukmin untuk tidak bersapaan dengan saudaranya (sesama
muslim) lebih dari tiga hari."
B. JALUR SANAD
RASULULLAH
SAW >> Abdullah bin 'Umar bin Al
Khaththab bin Nufail >> Nafi', maula Ibnu 'Umar >>
Adl
Dlahhaak bin 'Utsman bin 'Abdullah bin Khalid >> Muhammad bin Isma'il bin
muslim bin abi
fudaik
>> Muhammad bin Rafi' bin Abi Zaid Sabur
C. HADITS PENGUAT
No.
Hadits : 4265
Sumber
: Abu Daud
Bab
: Mendiamkan Sesama Muslim
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ
مَسْلَمَةَ عَنْ مَالِكٍ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَزِيدَ
اللَّيْثِيِّ عَنْ أَبِي أَيُّوبَ الْأَنْصَارِيِّ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَحِلُّ لِمُسْلِمٍ أَنْ يَهْجُرَ أَخَاهُ
فَوْقَ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ يَلْتَقِيَانِ فَيُعْرِضُ هَذَا وَيُعْرِضُ هَذَا
وَخَيْرُهُمَا الَّذِي يَبْدَأُ بِالسَّلَامِ
Telah
menceritakan kepada kami Abdullah bin Maslamah dari Malik dari Ibnu Syihab dari
Atha bin Yazid Al Laitsi dari Abu Ayyub Al Anshari bahwa Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda: "Tidak halal bagi seorang
muslimmendiamkan saudaranya lebih dari tiga hari; saat keduanya bertemu
yang ini berpaling dan yang lain juga berpaling. Yang paling baik dari keduanya
adalah yang memulai mengucapkan salam."
D. PENJELASAN HADITS
Salah satu
diantara prinsip yang diajarkan dan ditekankan dalam islam adalah menjaga
persaudaraan sesama muslim. Karena itu, Allah memotivasi agar kaum muslimin
berupaya menjadikan muslim yang lain sebagaimana layaknya
saudara.video-islami-cahaya
“Sesungguhnya
hanya kaum muslimin yang bersaudara. Karena itu, berupayalah memperbaiki
hubungan antara kedua saudara kalian..” (QS. Al-Hujurat: 10).
Bahkan Allah
ingatkan, diantara nikmat besar yang Allah berikan kepada para sahabat adalah
Allah jadikan mereka saling mengasihi, saling mencintai, padahal sebelumnya
mereka saling bermusuhan,
Ingatlah akan
nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan,
kemudian Allah mempersatukan hatimu, lalu jadilah kalian orang-orang yang
bersaudara, karena nikmat Allah. (QS. Ali imran: 103).
Bahkan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menggambarkan hubungan persaudaraan
antara sesama muslim, ibarat satu jasad. Jika ada yang sakit, yang lain turut
merasakannya,
“Perumpamaan
kaum mukminin dalam kecintaan dan kasih sayang mereka adalah bagaikan satu
jasad, apabila satu anggota tubuh sakit maka seluruh badan akan susah tidur dan
terasa panas.” (HR. Muslim 2586).
Akan tetapi,
membangun suasana persadauraan semacam yang diajarkan islam, lebih sulit
ketimbang memindahkan gunung. Setan selalu berupaya memicu terjadinya
permusuhan.
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Setan (Iblis)
telah putus asa untuk disembah oleh orang yang rajin shalat di Jazirah Arab.
Namun dia selalu berusaha untuk memicu permusuhan dan kebencian.” (HR. Muslim
2812 dan Ibn Hibban 5941).
Ketika Iblis
melihat kemajuan islam di akhir dakwah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dia
sudah putus asa, tidak mungkin kaum muslimin akan menyembahnya (melakukan
syirik) di jazirah arab. Karena mereka menjadi generasi yang sangat kuat
imannya. Tapi setan tidak tinggal diam, dia berupaya untuk memicu munculnya
permusuhan diantara mereka. Karena itu, sikap saling mendzalimi tidak bisa
lepas dari kehidupan manusia. Sikap saling mendzalimi telah menyatu dan menjadi
warna hidup manusia. Namun, islam tidak membiarkannya. Islam menekan agar seminimal
mungkin semacam ini bisa terjadi.
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Tidak halal
bagi seorang muslim untuk memboikot (tidak menyapa) saudaranya lebih dari 3
hari.” (HR. Bukhari 6237 dan Muslim 2560).
Anda bisa
perhatikan hadis di atas,
Islam tidak
melarang umatnya untuk membenci muslim yang lain secara mutlak. Karena setiap
muslim yang merasa telah didzalimi orang lain, dia pasti akan membencinya. Dan
tidak bisa serta merta memaafkannya. Untuk itu, islam memberikan batas
toleransi selama 3 hari. Toleransi bagi gejolak emosi yang itu menjadi tabiat
manusia.
Ada 3 ancaman
bagi orang yang memboikot sesama muslim tanpa aturan yang benar,
Pertama, Sebab
Tertahannya Amal
Memboikot sesama
muslim tanpa alasan yang benar, menjadi sebab Allah tidak memperkenankan amalan
seseorang.
Dalam hadis
tentang pelaporan amal setiap Kamis dan Senin, Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam menceritakan :
Pintu-pintu
surga dibuka setiap hari senin dan kamis. Lalu diampuni selluruh hamba yang
tidak berbuat syirik (menyekutukan) Allah dengan sesuatu apapun. Kecuali orang
yang sedang ada permusuhan dengan saudaranya. Dikatakan: Tunda amal dua orang
ini, sampai keduanya berdamai… tunda amal dua orang ini, sampai keduanya
berdamai… tunda amal dua orang ini, sampai keduanya berdamai… (HR. Imam Malik
dalam Al-Muwatha’ 5/1334, Ahmad 9119, dan Muslim 2565).
Kedua, ancaman
neraka jika belum damai sampai mati
Dari Abu
Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Tidak halal
bagi seorang muslim untuk memboikot saudaranya lebih dari 3 hari. Siapa yang
memboikot saudaranya lebih dari 3 hari, kemudian dia meninggal maka dia masuk
neraka.” (HR. Abu Daud 4914, dan dishahihkan Al-Albani).
Ketiga, boikot
setahun sama dengan membunuhnya
Orang yang
memboikot saudaranya tanpa alasan yang benar selama setahun, dosanya seperti
menumpahkan darahnya. Dari Abu Khirasy As-Sulami radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Siapa yang
memboikot saudaranya setahun, dia seperti menumpahkan darahnya.” (HR. Ahmad
17935, Abu Daud 4915, dan dishahihkan oleh Syuaib Al-Arnauth).
Memboikot dalam
Rangka Nasehat
Boikot orang
muslim, dalam rangka memberikan nasehat kepadanya, bukanlah satu hal yang
terlarang. Karena boikot termasuk salah satu bentuk dakwah yang Allah ajarkan.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memerintahkan seluruh
sahabatnya, untuk memboikot 3 orang (Ka’ab bin Malik, Hilal bin Umayyah dan
Mararah bin Rabi’) karena tidak ikut perang Tabuk.
Terhadap tiga
orang yang ditangguhkan (penerimaan taubat) mereka, hingga apabila bumi telah
menjadi sempit bagi mereka, Padahal bumi itu Luas dan jiwa merekapun telah
sempit (pula terasa) oleh mereka, serta mereka telah mengetahui bahwa tidak ada
tempat lari dari (siksa) Allah, melainkan kepada-Nya saja. kemudian Allah
menerima taubat mereka agar mereka tetap dalam taubatnya. (QS. At-Taubah: 118).
Tiga orang itu,
diboikot oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama para sahabat
sepulang beliau dari perang Tabuk. Hingga istri mereka diperintahkan untuk
menjauhi suaminya.
Peristiwa Ka’ab
bin Malik radhiyallahu ‘anhu dan mereka yang diboikot karena tidak mengikuti
perang tabuk, menjadi alasan dibolehkannya boikot bagi orang yang melakukan
maksiat atau ahli bid’ah.
Ath-Thabariy
mengatakan:
“Kisah Ka’ab bin
Malik radliyallaahu ’anhu merupakan dalil pokok di dalam hajr (boikot) pelaku
maksiat.”
Sementara
larangan saling membenci dan memboikot sesama muslim seperti yang disebutkan
dalam hadis di atas, berlaku untuk boikot karena masalah dunia, atau yang tidak
berhubungan dengan masalah agama.
Waliyud Did
Al-Iraqi mengatakan,
Larangan dalam
hadis di atas, berlaku untuk boikot yang muncul karena marah dalam masalah yang
mubah, tidak ada kaitannya dengan agama. Adapun boikot karena maslahat agama,
seperti karena maksiat atau bid’ah, hukumnya tidak terlarang. Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk memboikot Ka’ab bin Malik, Hilal bin
Umayyah dan Mararah bin Rabi’. (Tharhu At-Tasrib, 8/353)
Allahu a’lam
BAB
III
A. PENUTUP
Kesimpulan dari
hadits ini dari segi derajat hadits dan isi kandungan dari matan hadits
tersebut
- Hadits ini termasuk hadits shahih, karena
dari segi
sanadnya muttashil sampai pada rasulullah /
marfu’.
- Perawi dari hadits ini mayoritas tsiqah,
tidak ada
cacat atau ‘illah.
- larangan memboikot sesama muslim lebih dari 3
hari
dikarenakan masalah dunia adapun masalah
akhirat
diperbolehkan untuk pelajaran dan tarbiyyah.
B. DAFTAR PUSTAKA
- Lidwa
- Google
Internet explorer
- Kitab shohih
muslim dan terjemahnya
C. LAMPIRAN
Biografi dan
komentar Ulama :
Nama Lengkap :
Abdullah bin 'Umar bin Al Khaththab bin Nufail
ULAMA
|
KOMENTAR
|
Ibnu Hajar Al Atsqalani
|
Shahabat
|
Adz Dzahabi
|
Shahabat
|
Kalangan :
Shahabat
Kuniyah : Abu
'Abdur Rahman
Negeri semasa
hidup : Madinah
Wafat : 73 H
Nama Lengkap :
"Nafi', maula Ibnu 'Umar "
ULAMA
|
KOMENTAR
|
Yahya bin Ma'in
|
Tsiqah
|
Al 'Ajli
|
Tsiqah
|
An Nasa'i
|
Tsiqah
|
Ibnu Kharasy
|
Tsiqah
|
Kalangan :
Tabi'in kalangan biasa
Kuniyah : Abu
'Abdullah
Negeri semasa
hidup : Madinah
Wafat : 117 H
Nama Lengkap :
Adl Dlahhaak bin 'Utsman bin 'Abdullah bin Khalid
Kalangan :
Tabi'ut Tabi'in kalangan tua
ULAMA
|
KOMENTAR
|
Abu Zur'ah
|
laisa bi qowi
|
Ibnu Hibban
|
diperselisihkan statusnya sebagai shahabat
|
Yahya bin Ma'in
|
Tsiqah
|
Ibnu Madini
|
Tsiqah
|
Ibnu Hajar al 'Asqalani
|
Shaduuq Yuham
|
Kuniyah : Abu
'Utsman
Negeri semasa
hidup : Madinah
Wafat : 153 H
Nama Lengkap :
Muhammad bin Isma'il bin Muslim bin Abi Fudaik
Kalangan :
Tabi'ut Tabi'in kalangan pertengahan
ULAMA
|
KOMENTAR
|
An Nasa'i
|
Laisa bihi ba's
|
Ibnu Hibban
|
disebutkan dalam 'ats tsiqaat
|
Yahya bin Ma'in
|
Tsiqah
|
Ibnu Hajar al 'Asqalani
|
Shaduuq
|
Adz Dzahabi
|
Shaduuq
|
Kuniyah : Abu
Isma'il
Negeri semasa hidup
: Madinah
Wafat : 200 H
Nama Lengkap :
Muhammad bin Rafi' bin Abi Zaid Sabur
Kalangan :
Tabi'in kalangan pertengahan
ULAMA
|
KOMENTAR
|
Ibnu Hibban
|
disebutkan dalam 'ats tsiqaat
|
Ibnu Hajar al 'Asqalani
|
Tsiqah
|
Adz Dzahabi
|
Hafizh
|
An Nasa'i
|
tsiqah ma`mun
|
Kuniyah : Abu
'Abdullah
Negeri semasa
hidup : Himsh
Wafat : 245 H
Tidak ada komentar:
Posting Komentar