Minggu, 14 Juni 2015

Haramnya mendiamkan orang lain lebih dari tiga hari



MAKALAH HADITS TAHLILI



                                                                                                                           
Disusun oleh :
M. Zulfikar Fachrizal
Andi Ahmad Burhani

Fakultas Ilmu Sosial
Jurusan Ilmu Agama Islam
Universitas Negeri Jakarta



BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hadits, oleh umat islam diyakini sebagai sumber pokok ajaran islam sesudah Al-Qur’an. Dalam tataran aplikasinya, hadits dapat dijadikan hujjah keagamaan dalam kehidupan dan menempati posisi yang sangat penting dalam kajian keislaman. Secara struktural hadits merupakan sumber ajaran islam setelah Al-Qur’an yang bersifat global. Artinya, jika kita tidak menemukan penjelasan tentang berbagai problematika kehidupan di dalam Al-Qur’an, maka kita harus dan wajib merujuk pada hadits. Oleh karena itu, hadits merupakan hal terpenting dan memiliki kewenangan dalam menetapkan suatu hukum yang tidak termaktub dalam Al-Qur’an.
Al – Qur’an dan hadits merupakan dua sumber hukum pokok syariat Islam yang tetap, dan orang Islam tidak akan mungkin, bisa memahami syariat Islam secara mendalam dan lengkap tanpa kembali kepada kedua sumber Islam tersebut. Seorang mujtahid dan seorang ulama pun tidak diperbolehkan hanya mencukupkan diri dengan mengambil salah satu keduanya.
Salah satu diantara prinsip yang diajarkan dan ditekankan dalam islam adalah menjaga persaudaraan sesama muslim. Karena itu, Allah memotivasi agar kaum muslimin berupaya menjadikan muslim yang lain sebagaimana layaknya saudara.
Islam tidak melarang umatnya untuk membenci muslim yang lain secara mutlak. Karena setiap muslim yang merasa telah didzalimi orang lain, dia pasti akan membencinya. Dan tidak bisa serta merta memaafkannya. Untuk itu, islam memberikan batas toleransi selama 3 hari. Toleransi bagi gejolak emosi yang itu menjadi tabiat manusia.

BAB II
A.  PEMBAHASAN

Sumber : Muslim
Kitab : Berbuat baik, menyambut silaturahmi dan adab
Bab : Haramnya mendiamkan orang lain lebih dari tiga hari
No. Hadist : 4644

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ رَافِعٍ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ أَبِي فُدَيْكٍ أَخْبَرَنَا الضَّحَّاكُ وَهُوَ ابْنُ عُثْمَانَ عَنْ نَافِعٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَحِلُّ لِلْمُؤْمِنِ أَنْ يَهْجُرَ أَخَاهُ فَوْقَ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ
        Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Rafi'; Telah menceritakan kepada kami  Muhammad bin Abu Fudaik; Telah mengabarkan kepada kami Adh Dhahak yaitu Ibnu 'Utsman dari Nafi' dari 'Abdullah bin 'Umar bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tidak halal bagi seorang mukmin untuk tidak bersapaan dengan saudaranya (sesama muslim) lebih dari tiga hari."


B.  JALUR SANAD

RASULULLAH SAW  >> Abdullah bin 'Umar bin Al Khaththab bin Nufail >> Nafi', maula Ibnu 'Umar >>
Adl Dlahhaak bin 'Utsman bin 'Abdullah bin Khalid >> Muhammad bin Isma'il bin muslim bin abi
fudaik >> Muhammad bin Rafi' bin Abi Zaid Sabur

C.  HADITS PENGUAT

No. Hadits : 4265
Sumber : Abu Daud
Bab : Mendiamkan Sesama Muslim

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْلَمَةَ عَنْ مَالِكٍ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَزِيدَ اللَّيْثِيِّ عَنْ أَبِي أَيُّوبَ الْأَنْصَارِيِّ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَحِلُّ لِمُسْلِمٍ أَنْ يَهْجُرَ أَخَاهُ فَوْقَ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ يَلْتَقِيَانِ فَيُعْرِضُ هَذَا وَيُعْرِضُ هَذَا وَخَيْرُهُمَا الَّذِي يَبْدَأُ بِالسَّلَامِ   

Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Maslamah dari Malik dari Ibnu Syihab dari Atha bin Yazid Al Laitsi dari Abu Ayyub Al Anshari bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tidak halal bagi seorang muslimmendiamkan saudaranya lebih dari tiga hari; saat keduanya bertemu yang ini berpaling dan yang lain juga berpaling. Yang paling baik dari keduanya adalah yang memulai mengucapkan salam."

D.  PENJELASAN HADITS

Salah satu diantara prinsip yang diajarkan dan ditekankan dalam islam adalah menjaga persaudaraan sesama muslim. Karena itu, Allah memotivasi agar kaum muslimin berupaya menjadikan muslim yang lain sebagaimana layaknya saudara.video-islami-cahaya
“Sesungguhnya hanya kaum muslimin yang bersaudara. Karena itu, berupayalah memperbaiki hubungan antara kedua saudara kalian..” (QS. Al-Hujurat: 10).
Bahkan Allah ingatkan, diantara nikmat besar yang Allah berikan kepada para sahabat adalah Allah jadikan mereka saling mengasihi, saling mencintai, padahal sebelumnya mereka saling bermusuhan,
Ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, kemudian Allah mempersatukan hatimu, lalu jadilah kalian orang-orang yang bersaudara, karena nikmat Allah. (QS. Ali imran: 103).
Bahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menggambarkan hubungan persaudaraan antara sesama muslim, ibarat satu jasad. Jika ada yang sakit, yang lain turut merasakannya,
“Perumpamaan kaum mukminin dalam kecintaan dan kasih sayang mereka adalah bagaikan satu jasad, apabila satu anggota tubuh sakit maka seluruh badan akan susah tidur dan terasa panas.” (HR. Muslim 2586).
Akan tetapi, membangun suasana persadauraan semacam yang diajarkan islam, lebih sulit ketimbang memindahkan gunung. Setan selalu berupaya memicu terjadinya permusuhan.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Setan (Iblis) telah putus asa untuk disembah oleh orang yang rajin shalat di Jazirah Arab. Namun dia selalu berusaha untuk memicu permusuhan dan kebencian.” (HR. Muslim 2812 dan Ibn Hibban 5941).
Ketika Iblis melihat kemajuan islam di akhir dakwah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dia sudah putus asa, tidak mungkin kaum muslimin akan menyembahnya (melakukan syirik) di jazirah arab. Karena mereka menjadi generasi yang sangat kuat imannya. Tapi setan tidak tinggal diam, dia berupaya untuk memicu munculnya permusuhan diantara mereka. Karena itu, sikap saling mendzalimi tidak bisa lepas dari kehidupan manusia. Sikap saling mendzalimi telah menyatu dan menjadi warna hidup manusia. Namun, islam tidak membiarkannya. Islam menekan agar seminimal mungkin semacam ini bisa terjadi.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Tidak halal bagi seorang muslim untuk memboikot (tidak menyapa) saudaranya lebih dari 3 hari.” (HR. Bukhari 6237 dan Muslim 2560).

Anda bisa perhatikan hadis di atas,
Islam tidak melarang umatnya untuk membenci muslim yang lain secara mutlak. Karena setiap muslim yang merasa telah didzalimi orang lain, dia pasti akan membencinya. Dan tidak bisa serta merta memaafkannya. Untuk itu, islam memberikan batas toleransi selama 3 hari. Toleransi bagi gejolak emosi yang itu menjadi tabiat manusia.

Ada 3 ancaman bagi orang yang memboikot sesama muslim tanpa aturan yang benar,

Pertama, Sebab Tertahannya Amal
Memboikot sesama muslim tanpa alasan yang benar, menjadi sebab Allah tidak memperkenankan amalan seseorang.
Dalam hadis tentang pelaporan amal setiap Kamis dan Senin, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menceritakan :
Pintu-pintu surga dibuka setiap hari senin dan kamis. Lalu diampuni selluruh hamba yang tidak berbuat syirik (menyekutukan) Allah dengan sesuatu apapun. Kecuali orang yang sedang ada permusuhan dengan saudaranya. Dikatakan: Tunda amal dua orang ini, sampai keduanya berdamai… tunda amal dua orang ini, sampai keduanya berdamai… tunda amal dua orang ini, sampai keduanya berdamai… (HR. Imam Malik dalam Al-Muwatha’ 5/1334, Ahmad 9119, dan Muslim 2565).

Kedua, ancaman neraka jika belum damai sampai mati

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Tidak halal bagi seorang muslim untuk memboikot saudaranya lebih dari 3 hari. Siapa yang memboikot saudaranya lebih dari 3 hari, kemudian dia meninggal maka dia masuk neraka.” (HR. Abu Daud 4914, dan dishahihkan Al-Albani).

Ketiga, boikot setahun sama dengan membunuhnya

Orang yang memboikot saudaranya tanpa alasan yang benar selama setahun, dosanya seperti menumpahkan darahnya. Dari Abu Khirasy As-Sulami radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Siapa yang memboikot saudaranya setahun, dia seperti menumpahkan darahnya.” (HR. Ahmad 17935, Abu Daud 4915, dan dishahihkan oleh Syuaib Al-Arnauth).

Memboikot dalam Rangka Nasehat

Boikot orang muslim, dalam rangka memberikan nasehat kepadanya, bukanlah satu hal yang terlarang. Karena boikot termasuk salah satu bentuk dakwah yang Allah ajarkan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memerintahkan seluruh sahabatnya, untuk memboikot 3 orang (Ka’ab bin Malik, Hilal bin Umayyah dan Mararah bin Rabi’) karena tidak ikut perang Tabuk.
Terhadap tiga orang yang ditangguhkan (penerimaan taubat) mereka, hingga apabila bumi telah menjadi sempit bagi mereka, Padahal bumi itu Luas dan jiwa merekapun telah sempit (pula terasa) oleh mereka, serta mereka telah mengetahui bahwa tidak ada tempat lari dari (siksa) Allah, melainkan kepada-Nya saja. kemudian Allah menerima taubat mereka agar mereka tetap dalam taubatnya. (QS. At-Taubah: 118).
Tiga orang itu, diboikot oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama para sahabat sepulang beliau dari perang Tabuk. Hingga istri mereka diperintahkan untuk menjauhi suaminya.
Peristiwa Ka’ab bin Malik radhiyallahu ‘anhu dan mereka yang diboikot karena tidak mengikuti perang tabuk, menjadi alasan dibolehkannya boikot bagi orang yang melakukan maksiat atau ahli bid’ah.
Ath-Thabariy mengatakan:
“Kisah Ka’ab bin Malik radliyallaahu ’anhu merupakan dalil pokok di dalam hajr (boikot) pelaku maksiat.”
Sementara larangan saling membenci dan memboikot sesama muslim seperti yang disebutkan dalam hadis di atas, berlaku untuk boikot karena masalah dunia, atau yang tidak berhubungan dengan masalah agama.
Waliyud Did Al-Iraqi mengatakan,
Larangan dalam hadis di atas, berlaku untuk boikot yang muncul karena marah dalam masalah yang mubah, tidak ada kaitannya dengan agama. Adapun boikot karena maslahat agama, seperti karena maksiat atau bid’ah, hukumnya tidak terlarang. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk memboikot Ka’ab bin Malik, Hilal bin Umayyah dan Mararah bin Rabi’. (Tharhu At-Tasrib, 8/353)
Allahu a’lam


BAB III
A.  PENUTUP
Kesimpulan dari hadits ini dari segi derajat hadits dan isi kandungan dari matan hadits tersebut
-  Hadits ini termasuk hadits shahih, karena dari segi
  sanadnya muttashil sampai pada rasulullah / marfu’.
 - Perawi dari hadits ini mayoritas tsiqah, tidak ada
  cacat atau ‘illah.
-  larangan memboikot sesama muslim lebih dari 3 hari
  dikarenakan masalah dunia adapun masalah akhirat
  diperbolehkan untuk pelajaran dan tarbiyyah.

B.  DAFTAR PUSTAKA
- Lidwa
- Google Internet explorer
- Kitab shohih muslim dan terjemahnya


C.  LAMPIRAN

Biografi dan komentar Ulama :





Nama Lengkap : Abdullah bin 'Umar bin Al Khaththab bin Nufail
ULAMA
KOMENTAR
Ibnu Hajar Al Atsqalani
Shahabat
Adz Dzahabi
Shahabat
Kalangan : Shahabat
Kuniyah : Abu 'Abdur Rahman
Negeri semasa hidup : Madinah
Wafat : 73 H






Nama Lengkap : "Nafi', maula Ibnu 'Umar "
ULAMA
KOMENTAR
Yahya bin Ma'in
Tsiqah
Al 'Ajli
Tsiqah
An Nasa'i
Tsiqah
Ibnu Kharasy
Tsiqah
Kalangan : Tabi'in kalangan biasa
Kuniyah : Abu 'Abdullah
Negeri semasa hidup : Madinah
Wafat : 117 H











Nama Lengkap : Adl Dlahhaak bin 'Utsman bin 'Abdullah bin Khalid
Kalangan : Tabi'ut Tabi'in kalangan tua
ULAMA
KOMENTAR
Abu Zur'ah
laisa bi qowi
Ibnu Hibban
diperselisihkan statusnya sebagai shahabat
Yahya bin Ma'in
Tsiqah
Ibnu Madini
Tsiqah
Ibnu Hajar al 'Asqalani
Shaduuq Yuham
Kuniyah : Abu 'Utsman
Negeri semasa hidup : Madinah
Wafat : 153 H







Nama Lengkap : Muhammad bin Isma'il bin Muslim bin Abi Fudaik
Kalangan : Tabi'ut Tabi'in kalangan pertengahan
ULAMA
KOMENTAR
An Nasa'i
Laisa bihi ba's
Ibnu Hibban
disebutkan dalam 'ats tsiqaat
Yahya bin Ma'in
Tsiqah
Ibnu Hajar al 'Asqalani
Shaduuq
Adz Dzahabi
Shaduuq
Kuniyah : Abu Isma'il
Negeri semasa hidup : Madinah

Wafat : 200 H











Nama Lengkap : Muhammad bin Rafi' bin Abi Zaid Sabur
Kalangan : Tabi'in kalangan pertengahan
ULAMA
KOMENTAR
Ibnu Hibban
disebutkan dalam 'ats tsiqaat
Ibnu Hajar al 'Asqalani
Tsiqah
Adz Dzahabi
Hafizh
An Nasa'i
tsiqah ma`mun
Kuniyah : Abu 'Abdullah
Negeri semasa hidup : Himsh
Wafat : 245 H